SEMA PTKIN Kecam Tindakan Represif Polisi Terhadap Massa Aksi HUT Tangerang
Berita Baru, Yogyakarta – Telah beredar sebuah video pendek yang memperlihatkan seorang polisi membanting salah satu massa aksi. Kabarnya, aksi tersebut berlangsung di Tigaraksa, Tangerang, Banten, dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-389 Kabupaten Tangerang pada Rabu (12/10/2021).
Diduga, massa aksi yang dibanting tersebut merupakan seorang mahasiswa. Dimana pada video tersebut, lehernya dipiting oleh seorang polisi berbaju hitam. Lalu, polisi tersebut menggirinya ke trotoar dan membantingnya.
Tidak hanya itu, ada seorang polisi yang mengenakan seragam berwarna coklat menendangnya. Setelah dibanting dan ditendang, peserta aksi itu mengalami kejang-kejang.
Melihat kejadian dalam video, Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (SEMA PTKIN) mengecam keras tindakan represif yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap massa aksi.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Kordinator Pusatnya, Rohmawan. Ia menilai, bahwa tindakan tersebut merupakan tindakan yang bertentangan dengan konstitusi.
“Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain” bunyi Pasal 28G Ayat (2), UUD 1945.
Bahkan, tindakan represif merupakan tindakan yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Hal tersebut telah diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 Pasal 33 Ayat (1) tentang Hak Asasi Manusia.
“Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya” bunyi Pasal 33 ayat (1), UU Nomor 39 Tahun 1999.
Rohmawan juga menyampaikan bahwa aparat kepolisian sering kali menunjukkan sikap arogansinya terhadap massa aksi.
“Aparat kepolisian menunjukkan sikap arogansinya dan melakukan kekerasan terhadap peserta Aksi yang menyampaikan pendapatnya” ujar Rohmawan, Rabu (13/10/2021).
Bagi Rohmawan, apapun alasannya, seseorang tidak dapat dikenai kekerasan, karena itu jelas pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Rohmawan melanjutkan, demonstrasi merupakan salah satu sarana dalam menyampaikan sebuah aspirasi, sebagaimana hal tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
“Penyampaian pendapat seharusnya dilindungi, tidak boleh di kekang apalagi sampai ada tindakan kekerasan. supaya orang-orang tidak merasa tertekan dapat menyampaikan aspirasi, sesuai UU No 9 Tahun 1998″‘ kata Rohmawan.
Selain itu, Rohmawan juga mengharapkan para petinggi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk segera memberikan hukuman terhadap pelaku tindakan represif.
“Dan kami meminta kepada jajaran petinggi Polri untuk sesegera mungkin memberikan hukuman kepada oknum polisi bersangkutan” pungkas Rohmawan.