Hari Lingkungan Hidup 2022, Warga Wadas Bawa Kendi di Depan Kantor Gubernur: Perjuangan Tidak Pernah Surut!
Berita baru, Yogyakarta – Dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup se-dunia yang jatuh pada hari ini, Warga Wadas dan Solidaritas melakukan aksi Ruwatan Kendi di depan Kantor gubernur Jawa Tengah, Senin (6/6).
Belum padam, perlawanan Warga Desa Wadas untuk mempertahankan lingkungan hidupnya yang telah melahirkan pengetahuan, sejarah serta budaya hingga hari ini masih terus diperjuangkan.
Kendati serangkaian teror, intimadasi dan kekerasan dari pemiliki kepentingan masih terus dilakukan, semangat perjuangan warga Wadas tidak pernah surut.
Masih segar dalam ingatan kita pada 8 februari lalu, ribuan personil aparat Polres Purworejo dengan brutal memprovokasi dan mengintimidasi warga desa untuk menyetujui tanahnya direbut untuk tambang batu andesit sebagai penyuplai kebutuhan pembangunan Proyek Strategi Nasional (PSN) Bendungan Bener di Kecamatan Bener, Purworejo.
Bahkan teror tersebut bukan kali pertama dilakukan oleh yang empunya kepentingan, peristiwa serupa juga pernah terjadi pada 23 april 2021 silam. Peristiwa tersebut berhasil meninggalkan trauma yang mendalam bagi warga Wadas. Khususnya bagi kaum renta seperti perempuan, orang tua lanjut usia dan anak-anak tanpa ada pemulihan psikis yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara.
Aksi yang diinisiasi oleh Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempa Dewa) tersebut, melakukan tiga serangkaian aksi. Dalam salah satu rangkaian aksi tersebut, massa melakukan ruwatan kendi.
Dalam keterangan tertulis, nilai-nilai yang terkandung dalam aksi ruwatan kendi merupakan cerminan warga Wadas dalam mempertahankan kelestarian lingkungan, pengetahuan, sejarah dan kebudayaan serta sumber-sumber penghidupan yang telah terjalin dalam kehiduoan mereka dari generasi ke generasi.
“Nilai-nilai itu kembali mereka cerminkan dengan membawa kendi dalam aksi menyambut Hari LIngkungan Hidup sedunia kali ini. Kendi menjadi simbol penghormatan warga Wadas terhadap sumber air yang merupakan elemen penting bagi kehidupan dan menjadi elemen private bagi perempuan. Sumber mata air itu akan terancam rusak, bahkan hilang apabila aktivitas pertambangan berhasil masuk ke Desa Wadas,” seperti dikutip dari keterangan tertulis, pada Senin (6/6).
Seperti kita ketahui, di Desa Wadas terdapat 28 mata air aktif yang tersebar di seluruh penjuru desa. 28 mata air tersebut menjadi penopang kehidupan warga untuk kebutuhan dasar perempuan (terkait fungsi reproduksi tubuh), keluarga maupun pertanian dalam kesehariannya.
Selain terdapat 28 titik mata air yang dapat menghidupi warga desa tanpa harus membayar untuk mendapatkan ait bersih, tanah di Desa Wadas juga terbilang sangat subur, menurut pres rilis tertulis yang diterbitkan Gempa Dewa setelah aksi Wadas Melawan di depan Kantor Gubernur, dari generasi ke generasi warga hidup dari hasil pertanian yang mereka tanam di punggung-punggung bukit desa.
“pun mengolah hasil bumi menjadi beragam kerajinan yang berperan menambah pemasukan ekonomi keluarga. Pohon-pohon bambu yang tumbuh subur di lahan pertanian maupun pekarangan rumah menjadi bahan dasar pembuatan besek dan baki (anyaman bambu yang biasanya digunakan sebagai tempat makanan dan bibit tanaman). Menganyam adalah cerminan tradisi yang dijaga oleh perempuan Wadas dalam merajut kebersamaan dan perjuangan merawat alam, termasuk menjaga ketersediaan air,” seperti yang tertulis dalam pres rilis yang diterbitkan Gempa Dewa, Senin (6/6).