Kecelakaan kerja Bukan Pertama Kali Terjadi, Walhi Sulteng Desak Pemeintah Beri Sanksi Tegas pada PT. IMIP
Berita Baru, Yogyakarta – Organisasi Masyarakat yang bergerak di lingkungan hidup, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tengah mendesak pemerintah untuk segera turun tangan menindak tegas kasus kecelakaan kerja terkait ledakan tungku smelter di kawasan PT. IMIP.
Kepala Advokasi dan Kampanye Walhi Sulteng, Aulia Hakim melalui keterangan tertulis, pada Minggu (24/12) mendesak pemerintah untuk segera menghentikan aktifitas PT. IMIP. Ia juga meminta pemerintah untuk segera memberi sanksi tegas mengingat insiden tersebut banyak memakan korban jiwa.
“Produksi PT IMIP harus segera dihentikan, dan memberikan sanksi tegas terhadap PT IMIP. Mengingat korban tidak sedikit dan seringkali terjadi kecelakaan kerja seperti ini,” ujar Aulia.
Walhi Sulteng mendesak pemerintah untuk segera menghentikan situasi yang tidak aman di lingkungan PT IMIP, sesuai dengan peraturan yang tertuang dalam Undang-undang (UU) nomor 3 tahun 2020, tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam Pasal 113, bahwa suspensi Kegiatan Usaha Pertambangan dapat diberikan kepada Pemegang IUP dan IUPK jika terjadi keadaan yang kahar seperti yang disebutkan huruf (a) dalam pasal 113. Penjelasan keadaan kahar antara lain, perang, kerusuhan sipil, pemberontakan, epidemik, gempa bumi, banjir, kebakaran, dan bencana alam maupun non alam diluar kemampuan manusia.
Bukan tanpa dasar, menurut catatan Walhi, insiden kecelakaan kerja yang terjadi di kawasan PT. IMIP pagi tadi bukanlah kali pertama. pada 22 Desember 2022 lalu, dua pekerja mengalami kecelakaan serupa akibat ledakan tungku yang terjadi di kawasan industri nikel milik PT Gunbuster Nickel Industri, sebuah perusahaan besar asal Tiongkok yang beroperasi di kabupaten Morowali Utara, yang merenggut nyawa Nirwana Sale dan Made Defri.
Belum lagi pada 27 april 2023 lalu, dua pekerja dumping milik PT Indonesia Guang Ching Nickel and Stainless Industry, yang juga berada dalam kawasan PT IMIP mengalami kecelakaan kerja sehingga merenggut nyawa Arif dan Masriadi.
“lagi-lagi kita melihat bagaimana pekerja yang ditumbalkan guna mengejar keuntungan semata. Kecelakaan kerja diakibatkan karena penyediaan APD atau alat keselamatan yang tidak pernah dipatuhi oleh perusahaan, ditambah paraturan jam kerja yang semena-mena, rotasi kerja yang kacau, dan juga perlatan yang dioperasikan tidak terkontrol merupakan pemicu kecelakaan itu terjadi,” tegas Aulia.
Untuk diketahui, PT. IMIP tumbuh dengan modal yang besar, China–Asean Invesment Cooperation Fun memegang saham 24% di PT Sulawesi Mining Investment (SMI). Sementara Shanghai Decent mengontrol 46,55% saham di PT SMI, ditambah lagi beberapa modal dari Bank asing seperti Bank of China, EXIM Bank of China, HSBC.
PT. IMIP yang diresmikan pada 2013 silam, menunjukan kepesatannya dalam mendapatkan keuntungan, terbukti dengan menjadikan Thingshan Group menjadi perusahaan terbesar di dunia dalam bidang pengelolaan Nikel.
Sehingga PT IMIP memperoleh inestasi sebesar US$10,20 atau setara RP147 Triliun dengan pajak dan royalti yang disetor ke negara sejak 2015-2020 sejumlah RP306,87 miliar (2015) naik menjadi 5,38 Trliun (2020).
Permasalahan ketenagakerjaan di IMIP sejalan dengan keprihatinan besar di Indonesia mengenai dampak lingkungan dari industri nikel. Menurut laporan Brookings Institute pada bulan September tahun lalu, sektor nikel di Indonesia “sangat intensif karbon dan merusak lingkungan,” karena ketergantungannya pada batu bara.
Lebih dari 8.700 hektar hutan hujan telah hancur di Kabupaten Morowali Utara, tempat IMIP bermarkas sejak tahun 2000. Menurut analisis Greenpeace Indonesia pohon-pohon ditebangi untuk dijadikan lahan pertambangan dan pabrik peleburan serta infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendukungnya.