Persekusi Kaum Rentan Pengungsi Rohingya, Mahasiswa Aceh Disorot Media Internasional
Berita Baru, Yogyakarta – Mahasiswa di Aceh melakukan unjuk rasa menuntut pemerintah untuk segera mengusir pengungsi Rohingya yang jumlahnya semakin banyak, pada Rabu (27/12).
Alih-alih melakukan mediasi dan dialog, aksi tersebut nampaknya berjalan kisruh, sejumlah 200 mahasiswa melakukan persekusi terhadap para pengungsi Rohingya yang kebanyakan berisi oang tua renta, perempuan dan anak-anak.
Aksi protes tersebut dilakukan ketika polisi menetapkan lebih banyak tersangka dalam perdagangan manusia terhadap pengungsi. Hal tersebut kemudian disorot sejumlah media asing internasional. Di antaranya Al-Jazeera, Dw dan Associate Press.
Dalam berita berjudul “Indonesian students evict Rohingya from shelter demanding deportation”, Al Jazeera menyorot lebih dari 1.500 warga Rohingya yang melarikan diri dari serangan kekerasan di Myanmar lalu meninggalkan kamp pengungsi yang penuh sesak di negara tetangga Bangladesh.
Warga Rohingya, yang terus mencari kehidupan yang lebih baik di tempat lain, akhirnya tiba di Aceh sejak bulan November. Al Jazeera menulis bahwa mereka menghadapi permusuhan dari sesama Muslim di Aceh.
Sekitar 200 mahasiswa melakukan protes di depan gedung DPRD provinsi di Banda Aceh, ibu kota Aceh, menyerukan kepada anggota parlemen untuk menolak etnis Rohingya, dengan mengatakan bahwa kehadiran mereka akan membawa pergolakan sosial dan ekonomi bagi masyarakat.
“Keluar dari Rohingya,” teriak para pengunjuk rasa, dalam paparan yang dideskripsikasn Al Jazeera.
Banyak yang mengkritik pemerintah dan badan pengungsi PBB karena gagal menangani kedatangan pengungsi. Beberapa pengunjuk rasa membakar ban di jalan.
Sementara itu DW dalam beritanya, bejudul “Indonesia students storm Rohingya refugee center”, juga melaporkan hal yang senada.
DW menambahkan bahwa Presiden Indonesia Joko Widodo menyalahkan lonjakan kedatangan warga Rohingya baru-baru ini sebagai akibat dari perdagangan manusia.
Seperti diketahui, Jokowi berjanji untuk bekerja sama dengan organisasi internasional untuk menawarkan tempat penampungan sementara.
DW menyebut Indonesia tidak ikut menandatangani konvensi pengungsi PBB sehingga tidak dapat dipaksa untuk menerima pengungsi dari Myanmar.
Sementara itu, Associated Press dalam laporan bertajuk “Students in Indonesia protest the growing numbers of Rohingya refugees in Aceh province” menggambarkan apa yang dilakukan mahasiswa Indonesia sebagai “penyerbuan”.
AP juga secara detail mengungkap apa yang memicu kejadian tersebut, di mana 137 pengungsi Rohingya diminta dipindahkan ke kantor imigrasi setempat dan kemudian dideportasi.
Saat mahasiswa meneriakkan “usir mereka keluar” dan “tolak Rohingya di Aceh,” perempuan dan anak-anak digambarkan menangis dan laki-laki berdoa sembari menunduk ke tanah.
Indonesia juga disebut menyerukan negara-negara tetangga untuk berbagi beban dan memukimkan kembali para pengungsi Rohingya yang tiba di negara tersebut.