Di Cilacap, Ada Kilang Minyak Milik Pertamina Yang Sumbang Sepertiga BBM Nasional
Berita Baru, Yogyakarta– Kilang minyak milik Pertamina di Cilacap, Jawa Tengah, telah menyumbang sepertiga kebutuhan BBM nasional. Sementara untuk pulau Jawa, kilang ini menyumbang 60 persen.
Demikian mengemuka pada pertemuan Komisi VII DPR RI dalam Kunjungan Kerja Reses dengan Direksi Pertamina Internasional RU IV Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (7/2/2024). Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto mengungkapkan, produksi kilang minyak Cilacap mencapai 342 ribu barel per hari (bph), di bawah produksi kilang minyak Balikpapan yang sudah mencapai 360 ribu bph.
“Cilacap adalah salah satu kilang yang sangat besar produksinya. Produksi terbesarnya 342 ribu barel per hari. Kalau kilang Balikpapan sudah berproduksi maksimal 360 ribu barel. Kilang Cilacap memproduki sepertiga kebutuhan BBM Indonesia dan 60 persen kebutuhan pulau Jawa. Jadi penting sekali keandalan kilang Cilacap ini,” ujar Sugeng kepada Parlementaria.
Menurut Sugeng, keandalan kilang minyak Cilacap sangat penting dalam memproduksi kuantitas BBM. Di sisi lain, kilang Cilacap juga mampu secara kualitatif memproduksi BBM ramah lingkungan. “Biofuel diproduksi dari sini dan ke depan akan menjadi prospek yang baik dalam memenuhi kebutuhan BBM. Tetapi, terus ditekan emisinya rendah karbon,” harap politisi Partai Nasdem itu.
“Biofuel diproduksi dari sini (Kilang Cilacap) dan ke depan akan menjadi prospek yang baik dalam memenuhi kebutuhan BBM”
BBM rendah karbon yang diproduksi Indonesia sudah sesuai untuk kendaran berstandar emisi gas buang Euro 5. BBM rendah karbon tersebut memiliki ron 92 ke atas. Disampaikan legislator dapil Jateng VIII (Cilacap, Banyumas) ini, BBM yang rendah karbon sudah menjadi tren dunia, lantaran digunakan oleh banyak jenis kendaraan bermotor yang menyumbang emisi karbon sangat besar.
“Kita sepakat net zero emissions di tahun 2060. Maka seluruh infrastruktur tentang energi terus menerus kita mitigasi termasuk di Cilacap ini, apakah dalam berproduksi menerapkan ESG (environment, social, and governance). Itu sebagai syarat bagaimana sebuah industri atau sebuah publikasi memenuhi kaidah-kaidah yang dipersyaratkan menyangkut tata lingkungan, berapa besar melepaskan karbon,” ulas Sugeng.