Konferensi Nasional EFT III Akan Digelar di Jogja, Berikut Rangkaian Acaranya!
Berita Baru, Jakarta – Merespon isu perubahan iklim yang dampaknya semakin nyata, pemerintah telah menetapkan beberapa langkah strategis. Salah satunya dengan menjadikan perubahan iklim sebagai bagian dari agenda prioritas nasional, yaitu dengan mencanangkan target-target pembangunan rendah karbon dan Forestry and other Lands Use (FOLU) Net Sink 2030.
Meski demikian, langkah tersebut membutuhkan biaya yang tidak murah. Pendanaan tahunan APBN yang hanya mengalokasikan 34% dari 3.461 triliun total kebutuhan untuk pembiayaan penanganan perubahan iklim tidak cukup.
Akibatnya, pendanaan dari sumber lain mutlak dibutuhkan dan skema Ecological Fiscal Transfer (EFT) dinilai mampu menjadi solusinya. Dalam konteks ini, The Asia Foundation (TAF) bersama jaringan masyarakat sipil merasa tergerak untuk mempromosikan sekaligus merumuskan model yang pas untuk pengoptimalan EFT.
Sebagai penjabarannya, TAF berencana mengadakan Konferensi Nasional EFT III pada 14 – 15 November 2022 mendatang dengan tema Konsolidasi Masyarakat Sipil Untuk Memperkuat Pendanaan Lingkungan Hidup dalam Agenda Pencapaian FOLU Net Sink 2030 dan Pembangunan Rendah Karbon.
Seperti disampaikan oleh Rino Subagyo dari TAF, acara ini diharapkan mampu mencapai tiga (3) hal: mendapatkan gambaran konsep dan skema-skema pendanaan lingkungan hidup, identifikasi peluang dan strategi terkait pendanaan, dan konsolidasi masyarakat sipil untuk mendukung pencapaian FOLU Net Sink 2030 dan pembangunan rendah karbon.
“Tiga hal ini tidak lain adalah agar kita bisa mencapai FOLU Net Sink 2030 dan pembangunan rendah karbon dengan pelibatan masyarakat sipil melalui inovasi potensi dan skema-skema pendanaan lingkungan,” kata Rino ketika redaktur hubungi melalui pesan singkat pada Rabu (9/10).
Kemudian, karena sasarannya adalah konsolidasi, peserta yang akan hadir dalam konferensi tersebut adalah perwakilan dari organisasi masyarakat sipil se-Indonesia. Menurut Rino, kehadiran mereka adalah kunci suksesnya acara yang diadakan secara hybrid ini. Pasalnya merekalah yang selama ini aktif mendorong pengembangan EFT dan inovasi pendanaan lingkungan hidup guna mendukung agenda FOLU Net Sink 2030 serta pembangunan rendah karbon.
“Kami mengundang 22 organisasi masyarakat sipil kali ini yang tersebar dalam enam wilayah, yaitu Sumatera, Jawa, Bali Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku Papua,” ungkapnya.
“Dari Sumatera akan hadir perwakilan dari Gerak Aceh, Mata Aceh, JEMARI Sakato, FITRA Riau, PINUS Sumsel, dan Warsi Jambi. Dari Jawa ada Pattiro, IBC, Seknas FITRA, IOJI, dan IDEA Jogja. Dari Bali Nusa Tenggara ada Canopi Rimbawan NTB dan Yayasan PIKUL. Dari Kalimantan ada JARI Borneo Barat dan Prakarsa Borneo. Dari Sulawesi ada PINUS Sulsel, Yayasan Sikola Mombine Palu, Yayasan Swadaya Mitra Bangsa, dan LP2EM Parepare, sedangkan dari Maluku Papua ada JERAT Papua, PtPPMA Papua, dan Gemapala,” imbuh Rino.
Di luar jaringan masyarakat sipil, ada dua (2) mitra pembangunan yang diundang untuk turut berdiskusi dalam forum yang secara luring akan digelar di Yogyakarta ini, yakni FCDO dan CLUA.
Hari pertama
Pada hari pertama ada sembilan (9) materi yang akan didiskusikan dalam dua (2) sesi. Di sesi perdana ada Ruandha Agung Sugardiman Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK dengan tema sumber dan strategi pendanaan mendukung FOLU Net Sink 2030; Dr. Nur Hygiawati Rahayu dari Kementerian PPN/Bappenas RI dengan isu strategi dan skema pendanaan perencanaan pembangunan rendah karbon di Indonesia; Dr. Ir. Roland Alexander Barkey (Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin) dengan bahasan konsep dan skema pendanaan yang mendukung FOLU Net Sink 2030 dan pembangunan rendah karbon; dan Mas Achmad Santosa dari Indonesia Ocean Justice Initiative-IOJI dengan tema kebijakan dan kerangka hukum blue carbon di Indonesia.
Adapun pada sesi kedua akan diramaikan oleh Mariana Dyah Savitri, S.E., Ak., M.B.A., Ph.D dari Kemenkeu dengan isu mainstreaming insentif EFT dalam UU HKPD dan implementasinya di tahun 2023; Endah Tri Kurniawati Direktur Penghimpunan dan Pengembangan Dana BPDLH dengan bahasan skema pendanaan lingkungan melalui BPDLH; dan Hadi Prayitno Stakeholder Engagement Manager Wildlife Works Indonesia dengan topik peluang perdagangan karbon sukarela dalam memperkuat perlindungan hutan dan lahan berbasis masyarakat.
Rino mengatakan, pembedaan sesi ini berdasarkan topik utamanya masing-masing. Topik untuk sesi I adalah pendanaan lingkungan hidup untuk pencapaian FOLU Net Sink 2030 dan pembangunan rendah karbon, sedangkan sesi II terkait pembelajaran dan praktik pendanaan lingkungan hidup di Indonesia.
“Setelah kedua sesi selesai, nanti hari pertama ditutup dengan sesi III. Dalam sesi ini semua yang sudah disampaikan narasumber akan dirangkum dan diulas benang merahnya,” ungkap Rino.
Hari kedua
Konferensi hari kedua rencananya dibuka dengan overview hasil diskusi hari pertama. Ini, tegas Rino, penting sebagai pengantar sebelum melanjutkan ke diskusi berikutnya. Seperti yang pertama, hari kedua terdiri dari dua (2) sesi.
Pada sesi I, ada tiga (3) tema yang akan dibahas: pelembagaan EFT dan pembiayaan inovatif lingkungan hidup, evaluasi pendanaan DBH DR dan sawit rakyat berkelanjutan, dan potensi community carbon market pasca-kebijakan nilai ekonomi karbon.
Tema pertama dipantik oleh Triono Hadi Direktur FITRA Riau dengan isu peluang dan strategi pengembangan BPDLH dan blended finance lingkungan hidup. Lalu dilanjutkan oleh Ronald Rofiandri PSHK dengan bahasan peluang dan strategi pengembangan DAD untuk pendanaan lingkungan hidup pasca UU HKPD.
Tema kedua diawali dengan materi dari Diah Mardhotillah PATTIRO dengan topik optimalisasi pemanfaatan DBH DR, dilanjutkan oleh Mansuetus Darto Sekjen SPKS dengan isu skema pendanaan sawit rakyat berkelanjutan, Elizabeth Kusrini Direktur IBC dengan isu gagasan skema DBH perkebunan sawit berbasis kinerja sawit rakyat berkelanjutan.
Diskusi tema ketiga dipantik oleh Ria Mariamah NBS Senior Sourcing Manager Asia South Pole dengan topik agenda sektor swasta dalam pasar karbon untuk perlindungan lingkungan hidup di Indonesia
Selanjutnya sesi II membahas per tema hasil diskusi sesi I sekaligus konsolidasi masyarakat sipil. “Untuk sesi ini nanti ditemani oleh Mas Roy Salam dan Ahmad Taufik,” kata Rino.
Konferensi hari kedua ditutup dengan penyusunan rekomendasi masyarakat sipil hasil konferensi nasional EFT III.
Terakhir, karena agenda ini digelar juga secara daring via Zoom dan ditayangkan langsung melalui kanal Youtube Beritabaruco, beberapa lembaga Civil Society Organization (CSO) akan diundang untuk hadir secara virtual.