Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Rekam Jejak Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Yang Tak Kunjung Usai di Indonesia
foto: tribunnews.com

Rekam Jejak Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Yang Tak Kunjung Usai di Indonesia



Berita Baru, Yogyakarta – Kekerasan seksual terhadap perempuan masih lazim terjadi di indonesia sejak sebelum kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan.

Berikut sejarah 5 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan yang pernah terjadi di Indonesia.

Jugun Ianfu (1942-1945)

Jugun lanfu (Comfort Women) merupakan perempuan-perempuan korban perbudakan seks selama Perang Dunia II saat penjajahan Jepang. Mereka dipaksa untuk menjadi pemuas seksual tentara Jepang di Indonesia dan beberapa negara jajahan Jepang lainnya pada kurun waktu 1942-1945. Perkiraan jumlah Jugun lanfu sekitar 20.000 sampai 30.000 orang.

Perempuan-perempuan ini direkrut paksa, diberikan iming-imingi pendidikan ke luar negeri atau dijadikan pemain sandiwara, seperti yang dialami oleh Ibu Mardiyem, salah satu mantan Jugun lanfu.

Penghapusan Gerakan Perempuan Gerwani (1965)

Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) merupakan organisasi perempuan yang bergerak dalam isu perempuan dan pemberdayaan sosial. Organisasi ini didirikan pada tahun 1950 dan memiliki lebih dari 1.500.000 anggota di tahun 1965. Sebagian besar kegiatan yang mereka lakukan di antaranya mengentaskan buta huruf pada perempuan miskin, dan juga menjalin kerjasama dengan organisasi perempuan lain dalam mengadvokasi Undang-Undang Perkawinan, memprotes kenaikan harga, bahkan sensor film.

Setelah peristiwa G30S PKI, organisasi Gerwani dilarang oleh pemerintah Orde Baru. Dalam rezim ini, pemerintah membuat narasi keliru terkait dengan Gerwani dan menuduh mereka sebagai kelompok perempuan keji yang menyiksa para Jenderal dalam peristiwa G30S PKI.

Pemerkosaan Massal Dalam Kerusuhan (1998)

Berdasarkan Catatan Tim Gabungan Pencari Fakta Mei 98, pada peristiwa Mei 1998 lebih dari 150 orang perempuan etnis Tionghoa mengalami pemerkosaan dan pelecehan seksual. Hingga saat ini pemerintah masih mengelak dari peristiwa ini, dan kasusnya masih belum menemukan keadilan.

Pelanggaran HAM di Timor Leste (1975-1999)

Saat pendudukan tentara Indonesia di Timor Leste periode 1975-1999 terjadi beragam pelanggaran HAM salah satunya adalah kekerasan seksual tersistematis terhadap perempuan Timor Leste pada saat itu.

Dari kurang lebih 8.000 kesaksian yang dikumpulkan Komisi Penerimaan, Kebenaran dan Rekonsiliasi (CAVR), 21 persen adalah perempuan korban atau saksi pelanggaran hak asasi manusia.

Daerah Operasi Militer di Aceh (1990-1998)

23 tahun sudah status Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh dicabut oleh Pemerintahan Indonesia. Operasi militer tersebut dilakukan guna menumpas Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di bawah pimpinan Tengku Hasan Di Tiro.

Akan tetapi dalam pelaksanannya, pihak yang seharusnya memberi keamanan justru melakukan pelanggaran HAM secara sistematis dan dalam lingkup besar.

Mengutip dari siaran pers Kontras, sejak tahun 1990 sampai 1998, setidaknya terdapat ribuan orang dinyatakan hilang dan ditangkap sewenang-wenang tanpa melalui prosedur hukum. Ratusan perempuan juga mengalami kekerasan seksual oleh aktor keamanan.

Sesungguhnya bila kita kaji kembali permasalahan kekerasan yang terjadi pada perempuan, kejadian diatas hanyalah contoh dari sekian banyak kasus yang tidak terungkap di media. Mungkin tidak banyak yang menyadari atau mungkin enggan untuk tahu bahwa banyak kasus kekerasan pada perempuan lainnya yang terjadi disekitar kita atau pada orang-orang terdekat kita.

Kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi bervariasi mulai dari usia muda (anak-anak) sampai dengan usia dewasa dan bentuk kekerasan juga bervariasi mulai dari kekerasan fisik, psikis dan seksual. Kekerasan terhadap perempuan ini dibagi menjadi tiga ranah berdasarkan pelakunya yaitu ranah personal (pelaku kekerasan adalah orang yang memiliki hubungan darah, kekerabatan, perkawinan maupun hubungan intim dengan korban); ranah komunitas (pelaku kekerasan tidak memiliki hubungan kekerabatan, perkawinan maupun hubungan intim dengan korban); ranah negara (dimana kekerasan dilakukan oleh aparatur negara, atau terjadi pembiaran oleh aparatur negara saat mereka ada di tempat).