Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Sultan HB X Sebut Tidak Semua Pertambangan di Bantaran Sungai Progo Ilegal

Sultan HB X Sebut Tidak Semua Pertambangan di Bantaran Sungai Progo Ilegal



Berita Baru, Yogyakarta – Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X, selaku Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengatakan bahwa tidak semua pertambangan yang berada di bantaran Sungai Progo ilegal. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DIY saat ini sedang mendata tambang-tambang pasir tersebut.

“Belum tentu ilegal kami baru mendata ya, prinsip kalau di kali (sungai) kan boleh yang penting tidak merusak jembatan dan sebagainya,” ujar Sultan, dikutip dari kompas.com, Selasa (12/10/2021).

Sultan menerangkan, bahwa kondisi pertambangan pasir di Lereng Gunung Merapi berbeda dengan pertambangan di bantaran Sungai Progo.

Adapun perbedaan di antara mereka berdua ialah pasir hasil tambang di bantaran sungai akan tertutupi kembali oleh pasir yang dibawa oleh arus sungai.

Sementara itu, pasir di lereng Gunung Merapi akan hilang saat pasir ditambang, sehingga perlu adanya reklamasi untuk menanggulangi dampak akibat dari penambangan.

“Kalau di Merapi itukan barang e ilang, jadi rusak mestinya kan direklamasi tapi kan tidak dilakukan. Kalau di kali kan otomatis diambil, dari atas kan pasti datang lagi,” terang Sultan.

Bagi Sultan, secara aturan, penambangan pasir di bantaran sungai memang diperbolehkan. Akan tetapi, masih memerlukan izin dari pihak berwenang terlebih dahulu.

“Prinsip di kali kan bisa, sekarang baru didata sama PU. Karena izin kan dari Jakarta (pemerintah pusat),” tutur Sultan.

Sultan menjelaskan bahwa tindakan penambangan di area Sultan Ground (SG) merupakan tindakan pencurian.

“Ya tanah Keraton ditambang dan hilang, berarti nyuri,” jelas Sultan.

Sebelumnya telah beredar informasi, bahwa warga Padukuhan Nengahan, Trimurti, Srandakan, Bantul, Yogyakarta memohon kepada Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas agar menghentikan aktivitas penambangan pasir di bantaran Kali Progo.

Pada saat itu, GKR Hemas sedang melaksanakan kunjungan ke daerah tersebut secara mendadak, Senin (11/10/2021).

Marsudi Harjono, warga Nengahan, menyampaikan bahwa dirinya dalam kondisi kebingungan, dimana ia tidak tahu lagi kemana dirinya harus mengadu perihal penambanngan pasir tersebut. Ia hanya berharap kepada pihak Keraton Yogyakarta.

“Warga sudah bingung harus mengadu kemana lagi. Harapan kami tinggal kepada Ngarsa Dalem dan keraton. Mohon dengan sangat ini (lokasi penambangan) segera ditutup,” kata Marsudi Harjono, warga Nengahan kepada GKR Hemas.

Marsudi bercerita, bahwa sejak tahun 1963, warga setempat telah memanfaatkan bantaran Sungai Progo untuk menanam rumput pakan ternak dan saturan. Selain ditumbuhi rumput, bantaran Sungai Progo juga terdapat tumbuhan pohon kelapa.

Marsudi melanjutkan, akibat dari aktivitas penambangan pasir di padukuhan tempat tinggalnya membuat lebih dari 8 hektar lahan rusak.

Tak hanya itu, para penambang juga mengambil pasir di Sungai Progo hingga mencapai kedalaman 20 meter. Sedangkan, GKR Hemas menyebut bahwa dirinya akan langsung menyampaikan kepada Sultan HB X agar segera ditindaklanjuti.

“Saya sekarang sudah melihat sendiri. Untuk itu hal ini akan langsung saya sampaikan kepada Ngarsa Dalem agar bisa segera ditindak lanjuti,” kata GKR Hemas di depan warga yang berada di lokasi.