Pukat UGM Yakini Masih Ada Tikus Berdasi Pada Kasus Korupsi Mandala Krida
Beritabaru.co, Kota Jogajakarta – Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) mencurigai keterlibatan ‘Tikus Berdasi’ dalam dugaan kasus korupsi proyek pembangunan Stadion Mandala Krida Yogyakarta.
Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman berpendapat, angka kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dari perkara ini terbilang kelewat besar jika hanya dilakukan oleh seorang pejabat eselon 3 pemerintahan provinsi.
Zaenur beranggapan angka kerugian keuangan negara sekitar sejumlah Rp31,7 miliar yang ditimbulkan dari perkara ini mungkin relatif kecil untuk level nasional. Namun, untuk provinsi sekelas DIY nominalnya cukup besar.
Oleh karenanya, beranggapan ganjil apabila Edy Wahyudi, Mantan Kepala Bidang Pendidikan Khusus Dinas Pendidikan, yang kini ditetapkan statusnya sebagai ‘Pencuri’ oleh KPK, bermain sendirian.
“Apakah mungkin ya proyek yang besar bahkan kerugian sampai Rp31 miliar itu korupsi hanya dilakukan oleh level Kabid,” kata Zaenur dalam keterangannya, Jumat (22/7).
Zaenur percaya KPK akan terus mengembangkan perkara ini ke segala sisi. Dia yakin kasus tak akan berhenti pada penetapan tiga tersangka.
“Itu KPK sudah lihai di dalam mengembangkan perkara, saya percaya KPK akan mengembangkan ini ke atas ke samping ke bawah ya,” ujarnya.
Kerugian uang negara yang mencapai 31Miliar tidak mungkin hanya dilakukan sekelas kabid. Zaenur percaya masih ada pelaku yang bermain dibalik layar.
“Ada pejabat-pejabat lain yang akan diperiksa oleh KPK diminta keterangan untuk melihat tidak wajar kalau proyek dengan kerugian uang negara Rp31 miliar ini levelnya hanya kabid,” imbuhnya.
Di satu lain, kata Zaenur, KPK juga akan mencermati dugaan penerimaan suap yang dilakukan oleh Edy Wahyudi menimbang modus perkara berupa pengadaan barang dan jasa.
“Jadi ini KPK perlu mendalami, apakah ada pejabat-pejabat yang mendapatkan aliran dana, suap atau gratifikasi dari proyek ini gitu ya. Mengapa pejabat sampai membuat paket-paket pekerjaan kemudian dijual, kemudian diperuntukkan untuk perusahan-perusahaan tertentu ya biasanya karena memang sudah niat untuk dijual. Nah itu belum muncul di sini ini,” pungkasnya.
Perkara yang menjerat ketiganya berawal ketika Balai Pemuda dan Olahraga (BPO) di Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga DIY mengusulkan renovasi Stadion Mandala Krida pada 2012.
Usulan tersebut kemudian disetujui serta anggarannya dimasukkan dalam alokasi anggaran BPO untuk program peningkatan sarana dan prasarana olahraga.
Edy selaku PPK pada BPO di Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Provinsi DIY diduga secara sepihak menunjuk langsung PT Arsigraphi untuk menyusun tahapan perencanaan pengadaan.
Satu di antaranya terkait nilai anggaran proyek renovasi Stadion Mandala Krida.
KPK mengungkapkan dibutuhkan anggaran Rp135 miliar untuk lima tahun pengerjaan. Diduga beberapa nilai item pekerjaan di-mark up dan Edy langsung menyetujuinya tanpa didahului kajian.
Khusus untuk di tahun 2016 disiapkan anggaran senilai Rp41,8 miliar dan tahun 2017 sebanyak Rp45,4 Miliar. Salah satu item pekerjaan dalam proyek pengadaan yaitu penggunaan dan pemasangan bahan penutup atap stadion yang diduga menggunakan merek dan perusahaan yang ditentukan sepihak oleh Edy.
Pada pengadaan 2016, Heri selaku Direktur PT PNN dan PT DMI diduga melakukan pertemuan dengan beberapa anggota panitia lelang. Heri diduga meminta bantuan untuk dimenangkan dalam proses lelang tersebut.
Panitia lelang langsung menyampaikan keinginan Heri kepada Edy. Diduga Edy langsung menyetujui meskipun tanpa evaluasi penelitian kelengkapan dokumen persyaratan mengikuti lelang.
Selain itu, saat proses pelaksanaan pekerjaan diduga beberapa pekerja tidak memiliki sertifikat keahlian dan tidak termasuk pegawai resmi dari PT DMI.
Ulah para tersangka dikenakan ketentuan di antaranya Pasal 5 huruf f, Pasal 6 huruf c, g dan h, Pasal 89 ayat (2) Perpres 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang Jasa dan perubahannya.***