Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Mahfud

Dianggap Pertanyaan Gimmick Receh oleh Mahfud MD, Apa Arti Greenflation yang Dimaksud Gibran??



Berita Baru, Yogyakarta Calon Wakil Presiden (Cawapres) dari Paslon no. urut 03, Mahfud MD, menilai pertanyaan dari Cawapres no. urut 02, Gibran Rakabuming Raka tidak penting dan dianggap receh. Hal tersebut terjadi di Debat Capres ke-4 yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, pada Minggu (21/1) malam tadi.

Dalam debat tersebut, putra dari Presiden Joko Widodo itu mempertanyakan terkait Greenflation atau inflasi hijau pada Mahfud MD. Namun, atas respon Gibran yang kurang menaruh hormat setelah mendengar jawaban Mahfud, Mahfud menganggap itu hanyalah pertanyaan gimmick yang tidak perlu di jawab.

“Soal pertanyaan receh itu, bagian dari gimik saja. Saya bilang, saya kembali kan, sudah waktu serahkan ke moderator. Tidak ada gunanya, debat kayak begini. Itu bagian gimik saja dari debat,” tegas Mahfud.

Lantas, apa maksud Greenflation atau Inflasi Hijau yang dimaksud Gibran? Simak penjelasannya di bawah!

Fenomena inflasi hijau muncul ketika banyak negara, baik pemerintah maupun dunia usahanya, menerapkan teknologi yang ramah lingkungan, khususnya dan ekonomi hijau pada umumnya.

Secara sederhana inflasi hijau adalah inflasi kenaikan bahan-bahan logam dasar dan mineral yang diperlukan untuk menggunakan teknologi yang hijau atau ramah lingkungan terutama saat masa transisi. Ada beberapa logam dasar dan mineral yang diperlukan untuk penggunaan teknologi, antara lain tembaga, litium, dan kobalt.

Kebutuhan logam dasar dan mineral untuk teknologi ramah lingkungan ini lebih besar dari kebutuhan untuk teknologi yang tidak ramah lingkungan. Beberapa contoh bisa dikemukakan di sini. Kendaraan listrik menggunakan mineral enam kali lebih banyak dibanding kendaraan konvensional.

Pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai membutuhkan tembaga tujuh kali lebih besar dibanding pembangit listrik tenaga gas. Harga beberapa logam dasar dan mineral yang diperlukan mengalami kenaikan yang tinggi karena kebutuhan yang besar tidak diimbangi pertambahan pasokan atau suplai yang mencukupi.

Untuk menambah pasokan dengan mengembangkan tambang baru dibutuhkan waktu lima tahun hingga 10 tahun. Contoh kenaikan harga bahan logam yang tinggi sekali terjadi pada litium.

Harga litium naik 1.000 persen dari tahun 2020 hingga 2022. Fenomena greenflation ini telah memicu demo di negara-negara Eropa. Salah satunya adalah demo rompi kuning di Perancis seperti diisebut oleh Gibran.

Bagaimana dengan Indonesia? Tampaknya untuk Indonesia, greenflation belum terjadi karena penggunaan teknologi hijau atau teknologi ramah lingkungan belum masif atau terjadi secara besar-besaran.

Namun, ada baiknya memang greenflation perlu diantisipasi ke depannya karena mau tidak mau teknologi hijau atau ramah lingkungan akan makin masif diterapkan di Indonesia. Cara mengantisipsi supaya tidak terjadi inflasi hijau di Indonesia adalah dengan mempercepat program hilirisasi hasil tambang di Indonesia.

Dengan mempercepat program hilirisasi tambang, maka akan menambah stok atau suplai hasil tambang dan bahan logam yang diperlukan untuk penerapan teknologi hijau atau ramah lingkungan sehingga tidak terjadi inflasi hijau di Indonesia nantinya.

Oleh karena itu, dibutuhkan upaya berbagai pihak untuk mendorong dan mempercepat program hilirisasi.

Salah satunya yang sudah dilakukan dan patut dihargai adalah upaya Bank Indonesia (BI) untuk memberikan insentif likuiditas makroprudensial bagi bank yang memberikan kredit bagi usaha yang menggarap hilirisasi mineral dan pertambangan.

Insentif itu antara lain pengurangan dana wajib untuk giro wajib minimum dan dana wajib penyangga atau cadangan modal bagi bank yang menyalurkan kredit bagi usaha yang melakukan usaha hilirisasi mineral dan pertambangan.