Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Gejayan Memanggil Kembali Adalah Simbol Negeri Ini Memang Sedang Tidak Baik-Baik Saja
Gejayan Memanggil Kembali Adalah Simbol Negeri Ini Memang Sedang Tidak Baik-Baik Saja

Gejayan Memanggil Kembali Adalah Simbol Negeri Ini Memang Sedang Tidak Baik-Baik Saja



Berita Baru, Yogyakarta– Pada Senin 12, Februari 2024, di Yogyakarta, tepatnya di pertigaan Jalan Colombo, Sleman. Sejumlah masyarakat tumpah ruah turun ke jalan. Diketahui massa tersebut adalah sejumlah rakyat yang tergabung dalam Aksi Se-Jagad (Jaringan Gugat Demokrasi) yang bertajuk ‘Gejayan Memanggil Kembali’.

Sekitar pukul empat sore, massa yang datang dari dua arah berbeda. Pertama dari bundaran UGM (Universitas Gajah Mada) dan massa yang datang dari jalan Gejayan. Bertemu di satu titik yakni Pertigaan Colombo.

Aksi tersebut mencuat setelah makin dekatnya pesta demokrasi atau Pemilu 2024 yang akan dilaksanakan lusa atau lebih tepatnya 14 Februari 2024. Dimana imbas dari cacatnya demokrasi hingga para petinggi elite politik mencampuri pesta rakyat yang diadakan lima tahun sekali tersebut.

Gugatan-gugatan massa yang terhimpun dalam ‘Gejayan Memanggil Kembali’ merupakan isu-isu yang belakangan disinggung menjelang Pemilu bahkan fase awal Pemilu.

Diantaranya adalah Lawan Oligarki hingga cabut UU Ciptaker yang sudah jelas menindas rakyat. Tak lupa juga aspirasi mengenai pelanggaran HAM seperti Save Wadas sampai Referendum Papua melantang.

Simbol perlawanan lainnya sejumlah massa membawa alat kentongan, panci dll (alat yang menimbulkan suara) sebagai penanda situasi bahaya demokrasi.

Aksi tersebut menjadi betapa cacat, bobrok, hingga bahayanya situasi demokrasi sekarang. Mengusut kian banyaknya penyelewengan konstitusi era Jokowi seperti UU Ciptaker, berubahnya aturan usia batas minimal Cawapres sampai penyaluran Bansos yang malah lebih masif di masa Pemilu sekarang ketimbang era pandemi dulu.

Dan tentunya fase krusial sekarang, dengan beberapa fenomena bermunculan seperti film Dirty Vote, masa tenang Pemilu, para Akademisi Kampus yang bersikap akan cacatnya demokrasi sampai Aksi Se-jagad yang menjadi pembicaraan, baik di media sosial hingga warung kopi menyimpulkan bahwa negeri ini sedang tidak baik-baik saja, entah siapapun Paslon yang menang, entah dari latar belakangnya atau bahkan entah Partai Politik mana yang nanti berkuasa. Banyak aspek yang harus diselesaikan dan keadilan harus tetap ditegakkan.

Terlalu jauh menarasikan Indonesia Emas atau Cemas di tahun 2045, toh aspek dasar seperti Pendidikan masih menjadi polemik yang jadi langganan tiap tahun membuat resah rakyat baik itu UKT mahal, komersialisasi Pendidikan, ketidak-merataan hingga nasib guru yang pontang-panting. Tentunya ‘Keadilan harus ditegakkan’ bukan berarti hanya dari kalangan elite saja namun sampai akar birokrasi kepemerintahan setingkat RT/RW.

Pun jika Keadilan tegak, maka jangankan korupsi, oknum-oknum yang dari kalangan bawah akan gentar oleh status hukum yang kuat.