Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

KKN Tidak Hanya Tempat Cinlok Dan Kandasnya Hubungan Apalagi Sekedar Buat Plang Jalan
KKN Tidak Hanya Tempat Cinlok Dan Kandasnya Hubungan Apalagi Sekedar Buat Plang Jalan

KKN Tidak Hanya Tempat Cinlok Dan Kandasnya Hubungan Apalagi Sekedar Buat Plang Jalan



Berita Baru, Yogyakarta– Salah satu momen yang tak terlupakan dalam dunia perkuliahan adalah Kuliah Kerja Nyata (KKN), pasalnya dalam program kampus dengan output mengabdi ke masyarakat melalui penerjunan mahasiswanya ke tiap-tiap desa dengan dalih memberikan inovasi atau bahkan solusi sering dibungkus dengan momen kocak hingga tragis.

Penulis kira KKN akan selalu di tengah-tengah situasi yang serius, bayangkan mahasiswa yang notabenenya hanya belajar di kelas, nongkrong-nongkrong di kafe hingga ngerjain tugas mepet dealine, tiba-tiba dihadapkan realita terjun ke masyarakat langsung dengan membawa almamater kampus tercinta.

Dilihat dari Tugas, Pokok dan Fungsi (Tupoksi) KKN tersebut sangat amatlah serius, menyajikan beberapa program kerja dimana sebelumnya observasi terkait permasalahan apa yang harus selesaikan atau minimalnya buat inovasi di desa yang bersangkutan.

Bahkan ada beberapa progam kerja KKN yang biasanya mengerjakan progam kerja yang klise, yaitu membuat ‘plang jalan’ hingga mengecat pos ronda. Atau yang lebih terkesan agak mewah yaitu menghabiskan sekian juta untuk satu proker yang output atau inputnya bisa saja dana diatur seminimal mungkin.

Ada beberapa lagi cerita yang unik menurut pengalaman penulis, yaitu ketika mengetahui bahwa ada salah satu warga yang bahkan punya usaha impor pagar kayu yang distrbusinya sampai ke benua-benua luar, bayangin betapa heranya kami (kelompok KKN) mendengar fakta tersebut.

Untung saja, karena diawal sudah diberi tahu bahwa di desa ini hanya ingin memajukan pariwisatanya, diketahui pariwisata yang dimaksud adalah sebuah embung yang niatnya jadi daya tarik wisatawan lalu dari situ akan menumbuhkan umkm sekitar, namun terkendala anggaran sehingga proses pembangunannya masih mangkrak.

Terlepas dari polemik di atas, disini penulis akan melihat dari sisi relevansi terkait syarat menjadi desa yang memang harus di-KKN-kan, terlebih masih banyak desa yang belum tersentuh, entah bagian lembaga pengabdian masyarakat pihak kampus yang kurang mengkaji atau ada udang di balik batu.

Sebab, program mengenai desa wisata yang penulis alami adalah ketika acara puncak berupa pagelaran seni yang melibatkan beberapa kolektif seni setempat, umkm hingga sponsor-sponsor yang masuk, usut punya usut pihak kampus juga me-marketing-kan nama kampusnya, karena di daerah tersebut tergolong sedikit yang masuk kampus penulis.

Ini kemudian menjadi refleksi bersama, dimana kriteria desa yang harus menjadi lokasi penerjunan tempat KKN, entah masalah UMKM, sarana dan pra-sarana, akses air bersih atau lain-lain. Dan lebih pahitnya adalah jangan sampai pihak kampus lepas, harusmya tetap bekerjasama dengan mahasiswa dan melakukan aksi setelah didiskusikan.

Lalu, pertanyaan muncul, apakah memang KKN ini hanya serta merta pengguguran SKS yang jadi syarat skripsi? Atau hanya nilai jual Kampus untuk maksud tertentu? Atau bahkan hanya tempat jadi ajang cari jodoh yang difasilitasi kampus?  Atau tragisnya menjadi tempat tragis kandasnya sebuah hubungan. Mana mengabdinya? Hanya sekedar buat plang jalan?.