Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

KONTRAS Kecam Tindakan Penganiayaan Anggota TNI

KONTRAS Kecam Tindakan Penganiayaan Anggota TNI



Berita Baru, Nasional – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), dalam siaran Pers tertulis melalui laman resminya KontraS.Org, Jakarta (19/3/2021). Mengecam penganiayaan yang melibatkan anggota Tentara Negara Indonesia (TNI). Penganiyaan yang berujung kematian ini, melibatkan anggota TNI dari kesatuan Komando Pasukan Khusus (KOPASUS) berpangkat Prajurit Kepala (Praka) berinisial BB.

Kasus penganiayaan ini menimpa warga Falabisahaya bernama Reski Labidi. penganiayaan terjadi di Desa Rawa Mangoli Kecamatan Mangoli, Kepulauan Sula, Maluku Utara Utara 4 Februari kemarin.

Kejadian bermula ketika korban alm. Reski Labidi sedang menghabiskan waktu bersama teman-temannya di Cafe MJ Desa Rawa Mangoli. Korban yang sedang berada di Cafe bersama teman-temannya, mendadak kedatangan seorang pria yang ternyata seorang anggota prajurit KOPASUS berinisial BB.

Alm. Reski kemudian terlibat adu mulut dengan BB tanpa adanya alasan yang jelas. Berawal dari adu mulut tersebut, BB memberi serangan kepada korban, berupa pukulan ke arah dada atau ulu hati korban dan membuat korban tumbang.

Tidak sampai di situ. Pelaku yang melihat korban terjatuh kembali memberi pukulan sebanyak dua kali pada bagian muka. Dari pukulan tersebut mengakibatkan memar pada bagian mata sebelah kiri dan hidung sebelah kiri.

Muncul dugaan, akibat serangan brutal dari oknum anggota KOPASUS itu menyebabkan korban kehilangan nyawa.

KontraS mendesak agar Penegakan Hukum kasus ini transparan melalui pengadilan umum. Pasalnya, menurut Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti melalui keterangan tertulis Jakarta, (19/3/2021). Dalam proses penyelesaian kasus ini terdapat keganjilan.

Keganjilan tersebut berupa, upaya permintaan damai baik dari pihak TNI maupun dari keluarga pelaku. Sementara, keluarga korban menolak atas upaya perdamaian tersebut,

Keluarga korban bahkan menuntut keadilan bagi korban serta berharap pelaku dapat diproses dan diadili dalam pengadilan umum.

Menurut Fatia, kasus serupa telah berulang kali terjadi dan menemukan sebuah pola yang selalu sama dari TNI ketika anggotanya kedapatan melakukan tindakan penyiksaan.

“Bahwa kasus serupa sesungguhnya telah berulang kali terjadi. Sebelumnya sempat terjadi penyiksaan yang berujung pada kematian menimpa Alm. Jusni pada 09 Februari 2020 di Jakarta Utara. Selain itu, ada juga kasus dugaan penyiksaan terhadap Bernadus Feka di Nusa Tenggara Timur dan kasus La Gode yang tewas akibat praktik penyiksaan di Taliabu yang juga dilakukan oleh anggota TNI dan Polri. Berdasar dari kasus-kasus tersebut, kami menemukan sebuah pola berulang yang selalu TNI gunakan ketika anggotanya melakukan tindakan penyiksaan yaitu: Pertama, mengedepankan upaya perdamaian. Kedua, tidak berupaya mengungkap rantai pertanggungjawaban komando atas peristiwa penyiksaan. Ketiga, meskipun anggota TNI tersebut diproses dan diadili melalui mekanisme peradilan militer nantinya, putusan pidana yang diberikan kepada pelaku tergolong ringan,” tuturnya (19/3/2021).

Fatia menambahkan, menurutnya tindakan kekerasan yang dilakukan anggota TNI bertentangan dengan UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Fatia menambahkan, walapun kasus tersebut sedang dalam proses, namun proses tersebut bukanlah proses yang ideal karena memidanakan pelaku dengan mekanisme peradilan militer bukan peradilan umum sehingga terdapat potensi tidak terungkapnya fakta-fakta peristiwa secara transparan dan objektif.

Dalam kesempatan tersebut KontraS mendesak:

Pertama, mendesak Pusat Polisi Militer TNI (Puspom TNI) untuk melakukan investigasi secara menyeluruh atas dugaan penyiksaan berujung pada kematian yang dialami Alm. Reski Labidi dan melimpahkan perkara kepada Peradilan Umum agar menjamin peradilan yang lebih adil dan transparan.

Kedua, mendesak Panglima TNI memerintahkan para komandan kesatuannya untuk melakukan evaluasi dalam lingkaran kesatuannya agar dapat mencegah terjadinya kasus serupa.

Ketiga, mendesak Presiden Republik Indonesia segera mengeluarkan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) terkait revisi UU No. 31/1997 tentang Peradilan Militer guna mendorong transparansi dan akuntabilitas para anggota militer yang terlibat melakukan kejahatan;

Keempat, mendesak Komnas HAM melakukan pendalaman atas tragedi penyiksaan ini dan memberikan desakan kepada TNI untuk memproses para anggota TNI yang melakukan kejahatan melalui mekanisme peradilan umum.