
Rasulullah sebagai Role Model Pendidikan dan Moral Muslim Modern
Berita Baru, Yogyakarta – Sebagai manusia yang diutus sebagai Nabi terakhir, Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam memiliki misi untuk menyempurnakan ajaran-ajaran nabi sebelumnya. Salah satu misi tersebut adalah memperbaiki moral atau akhlak manusia, yang mana masyarakat Arab pada saat itu berada dalam masa atau zaman jahiliyyah.
Jahiliyyah sendiri, secara terminologi memiliki arti menjadi bodoh, bodoh atau bersikap bodoh. Namun, dalam konteks ini jahiliyyah yang dimaksud adalah moral masyarakat Arab yang menyimpang, baik secara budaya maupun syariat agama terdahulu.
Ajaran moral yang dibawakan Rasulullah masih relevan hingga sekarang. Terbukti bahwa krisis moral yang melanda manusia modern saat ini merupakan masalah yang sangat kompleks. Kemajuan teknologi dan arus informasi yang begitu cepat tidak selalu diiringi dengan peningkatan kualitas akhlak dan spiritualitas.
Untuk menjawab tantangan ini, pendidikan yang berbasis keteladanan menjadi solusi yang sangat relevan, terutama dengan menjadikan Rasulullah SAW sebagai pusat keteladanan dalam proses pendidikan.
Rasulullah Sebagai Centered Learning dalam Pendidikan
Rasulullah SAW tidak hanya dikenal sebagai pemimpin agama, tetapi juga sebagai seorang pendidik yang berhasil membentuk generasi terbaik umat Islam. Keteladanan beliau dalam kejujuran, kesabaran, empati, dan integritas moral menjadi fondasi utama dalam membentuk karakter seorang muslim sejati. Oleh karena itu, menjadikan Rasulullah sebagai model utama (centered learning) dalam pendidikan sangat penting untuk diterapkan, khususnya dalam membenahi krisis moral yang terjadi dewasa ini.
Penerapan nilai-nilai Rasulullah ini harus dimulai dari para tenaga pendidik. Mereka tidak hanya bertugas mentransfer ilmu, tetapi juga menjadi figur teladan bagi peserta didik. Dalam masa pembentukan karakter, peserta didik membutuhkan contoh konkret, bukan sekadar teori. Dengan demikian, nilai-nilai moral yang disampaikan bisa lebih mudah meresap dan terinternalisasi.
Peran Pendidikan Nonformal dalam Membentuk Karakter
Di luar pendidikan formal, pendidikan nonformal seperti forum pengajian, majelis taklim, dan pesantren memiliki peran yang sangat strategis. Tempat-tempat ini menjadi sarana efektif dalam mentransmisikan nilai-nilai keislaman dan keteladanan Rasulullah secara lebih mendalam dan berkesinambungan.
Selain itu, pendekatan yang bersifat spiritual dan emosional dalam pendidikan nonformal memberikan ruang lebih luas bagi pembentukan karakter yang kuat dan berakar. Pesantren, misalnya, tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga mendidik santri agar hidup dalam kesederhanaan, kedisiplinan, dan kebersamaan—nilai-nilai yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi tantangan zaman modern.
Integrasi Ilmu Agama dan Sains sebagai Strategi Pembelajaran
Menghadapi era digital, pendekatan pendidikan juga harus adaptif. Salah satu strategi efektif adalah integrasi antara ilmu agama dan sains. Pendekatan ini tidak hanya memperkaya wawasan peserta didik, tetapi juga memperkuat landasan moral dan spiritual mereka.
Pendidik di era modern dituntut untuk menguasai teknologi dan memanfaatkannya dalam proses pembelajaran. Dengan menyajikan materi yang menggabungkan nilai-nilai keislaman dan pengetahuan modern secara menarik dan relevan, proses pendidikan akan menjadi lebih hidup dan berdampak positif dalam pembentukan kepribadian peserta didik.
Penutup
Dalam menghadapi krisis moral manusia modern, menjadikan Rasulullah SAW sebagai role model utama dalam dunia pendidikan adalah langkah bijak dan strategis. Keteladanan beliau menjadi sumber inspirasi yang tidak lekang oleh waktu. Melalui pendidikan yang menekankan pada keteladanan, sinergi antara ilmu agama dan sains, serta penguatan pendidikan nonformal, diharapkan lahir generasi muslim modern yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berakhlak mulia.
Writed by : Zaky Zumatilla Zulfikar (6 Juni 2025)