Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Didominasi Pimpinan Kampus: Ormawa UIN Sunan Kalijaga Hanya Formalitas

Didominasi Pimpinan Kampus: Ormawa UIN Sunan Kalijaga Hanya Formalitas



Didominasi Pimpinan Kampus: Ormawa UIN Sunan Kalijaga Hanya Formalitas

Opini: Abdul Azisurrohman

(Ketua Senat Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga)


Produk kebijakan Pimpinan UIN Sunan Kalijaga akhir-akhir ini sering menuai kritikan, terutama kebijakan yang berkaitan dengan Mahasiswa. Salah satunya kebijakan penerapan dana penegembangan institusi (DPI) meskipun pada akhirnya dicabut, hingga pemotongan UKT di masa pandemi. yang kerap kali mengundang Mahasiswa berdemontrasi di depan Rektorat.

Akankah Gerakan ini akan terus berlanjut setiap ada kebijakan? Apa seharusnya yang perlu diperbaiki oleh pimpinan kampus? Sudahkah kampus mengevaluasi tata cara mengambil kebijakan?. Pertanyaan ini harus dijawab oleh pimpinan kampus, jika menginginkan  mahasiswa tidak berdemontrasi mengecam kebijakannya. Seperti awal tahun 2021 mahasiswa sebanyak tiga kali melakukan aksi terhadap kebijakan kampus yang tidak memimihak pada mahasiswa, yang dimulai dari aksi online pada 15 januari hingga demontrasi kedepan Rektorat pada 28 januari dan 10 februari.

Pimpinan kampus menutup diri

Demontrasi yang dilakukan oleh mahasiswa tentu tidak berangkat dari suatu ruang  kosong melainkan sebuah kritikan yang berorientasi pada suatu perbaikan. Coba kita tarik pada masa Orde Baru, kritikan tersebuat ingin membongkar rezim yang otoriter, begitu juga dengan kritikkan mahasiswa UIN Sunan Kalijaga terhadap kebijakan pimpinan kampus yang tertutup dan menutup diri.

Misalnya sebelum mahasiswa melalukan aksi demontrasi, Senat Mahasiswa sebagai lembaga legislatif yang merupakan perwakilan mahasiswa mencoba berdialog tentang permasalahan dilingkungan mahasiswa untuk mencari solusi bersama. Nemun, pihak pimpinan kampus hanya memaparkan keputusannya dan tidak mau mencari solusi mengenai produk kebijakan yang itu tidak solutif. Seharusnya pimpinan kampus dalam memutuskan suatu kebijakan menerima masukkan dari berbagai elemen, termasuk mengikut sertakan perwakilan mahasiswa.

Ditambah lagi dengan tidak adanya transparansi anggaran kampus. Bagaimana mungkin Audit keuangan mulai dari 2018 sampai 2020 tidak di apload di website resmi kampus, padahal di Statuta UIN Sunan Kalijaga sudah jelas disebutkan bahwa laporan keuangan yang telah di audit di umumkan pada masyarakat dan menjadi dokumen publik.

Tidak adanya transparansi ini yang kemudian akan terus memicu adanya perlawanan dari mahasiswa. Seharusnya mahasiswa sebagai entitas dari civitas akademika juga berhak mengatahui, terutama para pengurus organisasi kemahasiswaan. Lebih fatalnya, organisasi kemahasiswaan juga tidak diberi tau berapa jumlah uang kemahasiswaan yang diperoleh dari BOPTN.

Perwakilan Mahasiswa tidak dilibatkan

Sebagai wahana penunjang peningkatan kemampuan mahasiswa sesuai amanah UU No 12 Tahun 2012, di dalam kampus dibentuk oraganisasi kemahasiswaan. Organisasi Kemahasiswaan dibawah naungan kemenag terdiri dari tiga lembaga yaitu Senat Mahasiswa, Dewan Ekskutif Mahsiswa, dan Unit Kegiatan Kemahasiswaan. Melalui organisasi agar komunikasi civitas akdemika lebih mudah dan aspirasi mahasiswa dapat tertampung dan tersampaikan pada pihak terkait.

Senat Mahasiswa (SEMA) sebagai lembaga normatif atau legislatif salah satu fungsinya adalah menyerap aspirasi mahasiswa dan menyampaikan pada pihak-pihak terkait dan memperjuangkan hak-hak akademik dan mahasiswa. Karena Senat Mahasiswa sebagai lembaga keterwakilan mahasiswa tentu lebih banyak bersentuhan langsung dan memahami permasalahan mahasiswa. Oleh sebab itu, dalam setiap perumusan kebijakan yang berkaitan dengan mahasiswa harusnya dikut sertakan agar menghindari kebijakan yang tidak dibutuhkan oleh mahasiswa itu sendiri.

Namun sejauh ini faktanya dalam pembuatan produk kebijakan perwakilan mahsiswa tidak pernah di ikut sertakan, termasuk dalam penyusunan anggaran organisasi kemahasiswaan. Bagaimana mungkin orang yang diluar pengurus organisasi yang menyusun anggaran organisasi. Seharusnya penyusunan anggaran itu diberikan pada yang bersangkutan dan yang lebih tau kebutuhannya.

Penyusunan anggaran membuat mahasiswa tida kreatif 

Penyusunan anggaran yang akan dialokasikan kepada Ormawa di ambil oleh bidang kemahasiswaan serta dasar pengangaranpun tidak jelas orientasi kegiatannya. Misal di fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, semua organisasi kemahasiswaan di fakultas membuat tour kegiatan untuk priode berikutnya, karena pengurus saat itu tidak bisa mengadakan kegiatan karena  tidak ada dana. Bagaimana mungkin dana 70 juta dibagi sebelas kegiatan sesuai jumlah oraganisisi. Tapi pada saat RKKL berikutnya terbit, tidak ada satupun anggaran dari organisasi kemahasiswaan tersebut berubah. Begituh kebijakan kampus yang kita banggakan?

Disisi lain juga kerancuannya adalah anggaran organisasi disamaratakan tanpa melihat kebutuhan. DEMA-F dan SEMA lembaga tertinggi yang berada di Fakultas, jelas kebutuhannya lebih tinggi dengan HMPS lembaga dibawahnya. Namun realitasnya semua disamaratakan. Belum lagi kadang anggaran tersebut di ambil oleh pimpinan fakultas tanpa sepengetahuan pengurus ormawa. Lantas, mau mengunakan biasaya apa ormawa buat ngadain kegiatan?

Dan disatu sisi mahasiswa tidak bisa membuat kegiatan yang kreatif. Segala bentuk kegiatan harus seminar. Itulah yang di inginkan pimpinan kampus. Pada kepengurus 2020 pengurus organisasi kemahasiswaan membuat penolakan secara tertulis terkait permintaan Wakil Dekan III untuk melaksanakan seminar internasional.

Penolakan tersebut dengan dasar, ketika acara tersebut dilaksanakan, maka secara otomatis sebagian kegiatan ormawa tidak dapat dilaksanakan, lantaran sebagian besar anggarannya akan dialihkan pada satu acara. Tapi pada akhirnya pengurus, ormawa dengan berat hati harus mengamini, sebab meski tetap ditolak anggaran tetap digunakan untuk acara tersebut oleh bidang kemahasiswaan.

Itulah sebagian prolomatika di UIN Sunan Kalijaga, harapan penulis pimpinan kampus dapat mengevalusi kembali kebijakannya demi kemajuan kampus dan juga pada seluruh mahsiswa agar tetap mengedepankan daya kritisnya untuk memdobrak segala bentuk kebijakan yang tidak pada mahasiswa.