Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Penghapusan Mural Bernuansa Kritik Sosial

Dosen UGM : Bentuk Kritik atau Aspirasi Apapun Hendaknya Didengar



Berita Baru, Yogyakarta – Penghapusan mural oleh aparat pemerintah menjadi perhatian publik dalam beberapa pekan terakhir.

Dimulai dari penghapusan mural yang dikira mirip dengan wajah Presiden Joko Widodo disertai tulisan ‘404: Not Found, hingga mural yang bertuliskan ” Bangkit Melawan atau Tunduk Ditindas “.

Mengutip dari tribunnews.com, Irham Nur Anshari SIP MA, Dosen Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM), ikut berkomentar terhadap situasi yang terjadi.

Irham Nur Anshari mengatakan, bahwa dalam menghadapi persoalan seperti itu, hendaknya diperlukan pemahaman yang utuh, sebenarnya apa yang menjadi permasalahan utamanya.

Karena pada persoalan seperti itu, acap kali berkaitan dengan dua hal, yaitu pelecehan simbol negara dan perusakan fasilitas umum. 

“Kalau terkait problem perusakan fasilitas umum ini sedikit lucu karena pada kasus tersebut yang dihapus hanya mural yang dianggap sebagai gambar Presiden Jokowi sementara mural lain disampingnya tidak ikut dibersihkan. Ditambah lagi desainer kaos yang menggunakan imaji mural juga ikut didatangi aparat untuk minta maaf” kata Irham, dikutip dari tribunnews.com, Sabtu (27/08/2021).

Yang mana, permasalahan utamanya ialah adanya anggapan melecehkan simbol negara dari mural, gambar atau desain tersebut.

Meski demikian, yang perlu ditelusuri kembali ialah apakah gambar tersebut memang benar gambar Presiden Jokowi, atau hanya mirip, atau pun hanya tafsir-tafsir yang berkembang, yang justru perlu untuk mempermasahkannya. 

“Tidak bisa dianggap sebagai bentuk pelecehan terhadap presiden karena itu bukan foto asli, tapi hanya gambar,” ucap Irham, yang sekaligus menjadi pembina Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Seni Rupa UGM ini. 

Dalam kasus ini, lanjut Irham, terdapat sisi penting dari suatu karya seni. Yang mana, seniman mampu mengutarakan kritiknya secara kreatif, sehingga tidak ada yang dapat menghakiminya secara mutlak.

Masalahnya, mural itu hanya memuat sebuah gambar, bukan foto atau video. Malahan, gambar tesebut tidak ada yang menyebut bahwa itu merupakan presiden.

Di samping itu, Irham menyampaikan, dari kasus ini terlihat bahwa kini penggunaan mural sebagai media penyampaian aspirasi atau kritik, menghadapi tantangan.

Pada era demokrasi, ketika masih ada pihak yang merasa gerah terhadap kritik sosial, malah perlu untuk dipertanyakan.

“Sebab, tanpa ada konflik jangan-jangan ada sebuah kondisi mapan yang sebenarnya ada hierarki dominan disitu. Bentuk kritik atau aspirasi apapun hendaknya didengar dan dicari tahu,” ucapnya.