Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Drama Kasus Pembunuhan Oleh Klitih Di Gedongkuning DIY : Polisi Salah Tangkap Pelaku Hingga Diancam Dan Melakukan Tindak Kekerasan
konfersi pers kasus klitih gedongkuning

Drama Kasus Pembunuhan Oleh Klitih Di Gedongkuning DIY : Polisi Salah Tangkap Pelaku Hingga Diancam Dan Melakukan Tindak Kekerasan



Berita Baru, Yogyakarta– Pada Minggu, 3 April 2022 dini hari telah terjadi Klitih yg membuat DAA (17) meninggal dunia. Selanjutnya dalam konferensi pers (11/4) yang diadakan Polda DIY diungkap bahwa terdapat lima pelaku yang dijadikan tersangka Kronologis Penangkapan: Polisi menangkap para terdakwa tanpa surat apapun dengan alasan akan diambil keterangan terkait perang sarung.

AMHM (20) FAS (18) RNS (19) HAA (20) MAA (20) dibawa ke Polsek Sewon dan dipaksa untuk mengaku sebagai pelaku Klitih pembunuhan di Gedongkuning disertai ancaman, kekerasan hingga penyiksaan tanpa didampingi pengacara.

Berikut adalah perlakuan kekerasan pada korban selama proses penyidikan :

AMHM

1. Perut dan paha ditodong pistol.

2. Diancam “Kakimu tak bolongi”, jika tidak kooperatif dengan permintaan penyidik.

3. Ditendang, diinjak, ditampar, dan dipukul hingga mimisan.

HAA

1. Perut dan pipi dipukul. Pelipis ditendang. Dipukul menggunakan alat kelamin sapi yang dikeringkan. Bagian dalam mulut berdarah.

2. Mata dilakban dalam perjalanan.

3. Tidak diperbolehkan beristirahat

MAA

1. Dipukul menggunakan selang air dan ditonjok di pipi.

2. Diseret ketika turun tangga

3. Jempol kaki ditindih kursi

4. Mata dilakban

FAS

1 Dipukul dada dan perut.

2. Ditodong pistol

RNS

1. Dipukuli.

2. Diinjak hingga darah keluar dari telinga

Karena itu, mereka terpaksa mengiyakan seluruh tuduhan polisi terkait Klitih Gedongkuning yang sebenarnya tidak mereka lakukan. Pada saat itu juga (10/4) dibuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang pada intinya berisi kronologi buatan polisi. Selang satu hari, orang tua mendapatkan surat penetapan bahwa anak mereka menjadi tersangka. Persidangan: Saksi-saksi yang merupakan teman korban Klitih DAA (19) dan masyarakat sekitar yang dihadirkan oleh penuntut umum tidak ada satupun yang melihat dan mengetahui siapa orang yang melakukan kekerasan terhadap DAA.

Sebagian besar saksi tersebut hanya bisa mengidentifikasi pelaku dari bentuk tubuhnya: “yang naik motor N-Max kurus sedangkan yang ada di atas motor Vario gendut.” Barang Bukti: Motor Vario milik HAA yang dijadikan barang bukti, pada faktanya selalu berada di rumah dan tidak pernah dipakai berboncengan dengan AMHM untuk melalukan klitih di Gedongkuning. Hal ini bertolak belakang dengan kronologi polisi.

Dalam barang bukti berupa video CCTV yang memperlihatkan dua oran yang dikonstruksikan sebagai pelaku— yang berboncengan mengendarai motor Vario, terlihat bahwa lampu bagian belakang motor tersebut terpasang dan menyala. Sedangkan saat pemeriksaan barang bukti di Rumah Penitipan Barang Sitaan Negara (Rupbasan) tanggal 11 Oktober 2022 ditemukan fakta bahwa bagian belakang motor Vario itu tidak ada lampunya.

Bahkan ketika dicoba untuk dinyalakan dengan cara mengerem, tetap tidak ada kondisi yang memperlihatkan ada lampu yang menyala di bagian belakang motor itu. Terdapat pula bukti informasi/dokumen elektronik berupa rekaman CCTV di Sop Merah (simpang tiga Tungkak), di depan toko oleh-oleh Jogkem, Masjid Warungboto, dan Masjid Ummi Salamah.

Bukti CCTV tersebut diuji di Laboratorium Forensika Digital, Pusat Studi Forensika Digital, Universitas Islam Indonesia, oleh ahli Dr. Yudi Prayudi, M.Kom. dan mendapatkan hasil seperti berikut:

1. Berdasarkan analisa visual, video CCTV hanya bisa mengidentifikasi jenis motor dan jumlah orang yang menaiki motor tersebut, namun tidak dapat mengidentifikasi secara detail sosok orangnya.

2. Video CCTV juga tidak dapat mengidentifikasi plat nomor pada semua motor.

3. Indikasi adanya obstruction of justice.

Menurut ahli forensik Yudi Prayudi, Universitas Islam Indonesia

“Rekaman CCTV yang ditampilkan sebagai bukti persidangan, adalah rekaman yang diambil menggunakan kamera eksternal beresolusi rendah.

Hal ini mengakibatkan rusaknya tayangan, sehingga tidak tampak jelas gambar pelaku, jenis kendaraan, hingga senjata apa yang digunakan.” Sumber: Pledoi terdakwa FAS.

Artinya rekaman CCTV yang ditampilkan dalam persidangan tersebut, tidak cukup kuat untuk membuktikan bahwa kelima terdakwa merupakan pelaku. Barang bukti selanjutnya berupa Gir yang dihadirkan tanpa melakukan uji forensik (sidik jari).

Sebelumnya, para terdakwa telah dituntut 10-11 tahun penjara atas perbuatan yang tidak mereka lakukan.