Jogja Ora Didol, Cukur Rambut di Depan Balai Kota Jogja
Beritabaru.co – Gerakan Jogja Ora Didol, Dodok Jogja mencukur gundul rambutnya berlangsung di sisi utara Balai Kota Jogja, Sabtu (4/6).
Aksi ini sebagai wujud syukur dan nazar penangkapan Eks Wali Kota Jogja, Haryadi Suyuti oleh KPK.
Ritual potong rambut diawali dengan mengikat rambut dengan tapi rafia ke tembok Balai Kota Jogja.
Setelah itu para aktivis dari berbagai lembaga masyarakat mencukur rambut Dodok. Disela-sela pencukuran rambut juga diisi dengan orasi singkat.
“Rambut adalah simbol mahkota. Mahkota di Kota Jogja ada kepala daerah yaitu Wali Kota yang sekarang tertangkap. Bukan bersyukur tapibriyual lepas mahkota mulai hal baru. Didalam mahkota ada otak yang harus digunakan betul mensejahterakan rakyat sebagai kepala daerah,” jelasnya di sela-sela aksi potong rambut, Sabtu (4/6).
Dodok menuturkan keluhan masyarakat atas kepempimpinan Haryadi Suyuti sudah sejak 2013.
Bersamaan dengan itu muncul beragam gerakan aksi protes. Diawali adanya mural Jogja Ora Didol pada medio 2013.
Berlanjut dengan aksi mandi tanah di depan sebuah hotel kawasan Jalan Kusumanegara pada 2014.
Saat itu muncul keluhan terbitnya perijinan pembangunan hotel yang terlalu masif.
Dodok menuturkan setidaknya ada 104 perijinan yang diterbitkan.
“Imbasnya saat pembangunan hotel masif maka air tanah kering. Ini yang dialami oleh warga Kampung Miliran karena sumber airnya kering semua,” katanya.
Aksi masih berlanjut pada 2016 dengan Ruwat Bumi Tanah Leluhur Kita.
Wujudnya dengan memandikan Balai Kota Jogja dengan air dari 7 sumur dan kembang 7 rupa.
Ditahun yang sama juga ada aksi Bedaya Banyuning Segoro dan muncul jargon Jogja Kangen KPK.
“Puncaknya adalah 2019 dengan aksi didepan Balai Kota. Upaya mengusir aura negatif di Balai Kota dengan medianya Haryadi Suyuti. Akhirnya terjawab setelah dua tahun pandemi dan ditangkap KPK,” ujarnya.
Dodok menduga aksi suap di lingkungan Haryadi Suyuti struktural.
Terbukti dengan diamankkannya Kepala PUPKP dan Dinas Penanaman Modal dan Perizinan.
Berlanjut dengan penerapan status tersangka kepada kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan.
Dia meminta agar KPK mendalami sejumlah dugaan kasus korupsi di Kota Jogja.
Terlebih dalam penyelidikan awal muncul dugaan aksi serupa. Berupa suap penerbitan izin untuk sejumlah pembangunan.
“Pada 2013 Busyro Muqoddas sebuta ada eroma tak sedap dengan maraknya perijinan hotel di Kota Jogja, tapi tindakan KPK baru sekarang. Mohon dalami adanya 104 perijinan hotel,” katanya.
Aktivis Elanto Wijoyono menilai nazar Dodok adalah sebuah pengingat. Tak hanya buat publik Jogjakarta tapi juga Indonesia.
Bahwa selalu ada celah untuk menyalahi wewenang demi keuntungan pribadi.
“Apa yang terjadi sekarang bukan akhir dari sebuah proses ungkap kasus. Proses masih panjang, ancaman di Jogja juga belum usai. Kita semua tetap waspada, pengorbanan mas Dodok ini penanda bahwa kita harus berjuang untuk Jogja,” ujarnya.***