Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Kian Hilangnya Eksistensi Organisasi Mahasiswa : Gen Z Gampang Baper Atau Organisasi Yang Kolot?
Kian Hilangnya Eksistensi Organisasi Mahasiswa : Gen Z Gampang Baper Atau Organisasi Yang Kolot?

Kian Hilangnya Eksistensi Organisasi Mahasiswa : Gen Z Gampang Baper Atau Organisasi Yang Kolot?



Berita Baru, Yogyakarta– Di era gempuran Gen Z yang didalamnya selalu menginginkan semuanya instan hingga lebih mentingin mental health lalu dihadapkan dengan dunia organisasi perkuliahan yang punya streotip keras dan penuh pressure sekitar tentunya menjadi hal menarik untuk dibahas.

Penulis bicara dalam sudut pandang Gen Z sekaligus mahasiswa yang aktif di beberapa organisasi baik itu internal maupun eksternal kampus. Maka dari berikut beberapa poin yang sekiranya bisa jadi refleksi baik Gen Z maupun organisasi :

Kehidupan Kampus

Tidak terlepas tentunya culture sosial kampus dalam membentuk pribadi seorang mahasiswa, dimana sirkel-sirkel terbentuk sedemikian rupa dan berjamur di lingkungan kampus. Apalagi jika kebanyakan mahasiswa adalah perantau yang butuh banget teman untuk sekedar sambat.

Hal tersebut menjadi acuan seorang mahasiswa akan dikemanakan arah hidup dalam dunia perkuliahan, entah itu hanya sekedar mahasiswa Kupu-kupu (Kuliah Pulang-Kuliah Pulang) atau bahkan Mahasiswa Kura-kura (Kuliah Rapat-kuliah Rapat). Banyak juga dari sini yang kehidupan kampusnya sering disetir sirkel, aduh.

Budaya organisasi

Baik internal atau eksternal, organisasi tentunya punya AD/ART (Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga) yang dimana itu menjadi kitab uu suci milik organisasi, terlepas dari AD/ART, organisasi juga punya culture tersendiri baik tertulis maupun tak tertulis.

Hal unik ditemukan saat konten creator “Sastra Mesin” muncul ke permukaan media sosial, konten tersebut menjadi penyegar dimana isinya sering mengkritik organisasi yang ‘kolot’ dengan balutan parody yang mengocok perut.

Organisasi ‘kolot’ bisa dikatakan organisasi yang tidak luwes akan perkembangan zaman dan gempuran Gen Z. hal tersebut menjadi kontras, pasalnya Gen Z yang selalu apa-apa serba cepat malah dihadapkan dengan organisasi yang lambat. Lambat disini bisa dinarasikan rapat berlarut dengan catatan menunggu anggota lain hadir, hingga musyawarah besar yang menghabiskan waktu lama dengan beberapa plenonya.

Beberapa dari Gen Z menganggap hal tersebut sangat membuang-buang waktu dan tidak efisen, belum lagi culture pereloncoan yang dibungkus rapih dengan program kerja yang outputnya melakukan pengkaderan.

Mungkin beberapa anggota memaklumi karena culture tadi tap beberapa lagi enggan dan salalu berpayung pada kata ‘marwah organisasi’.

Adanya Kurikulum Merdeka

Program yang jadi trobosan Kemendikbud era Nadiem Makarim adalah Kurikulum Merdeka, terkhusus di kampus dengan banyak diadakannya program-program berupa : kampus mengajar, pertukaran mahasiswa merdeka hingga magang merdeka.

Dimana dengan beberapa syarat dan ketentuan, mahasiswa lolos dan mengikuti kegiatan tersebut dan diberikan sejumlah fee baik itu skill baru, relasi, fully funded hingga dibiayai satu semester oleh kemendikbud. Hal tersebut menjadi pertimbangan mahasiswa untuk berorganisasi atau malah ikut program kemendikbud. Untuk fee bisa saja organisasi kalah telak dalam hal ini.

Yap, itulah beberapa poin tentang kontrasnya Gen Z dengan Organisasi Mahasiswa.  Jika organisasi tidak pandai dalam membungkus program kerjanya, dengan nilai-nilai Gen Z banget pastinya akan tertingal atau bahkan bubar. Disamping eksistensi organisasi harus tetap mengikuti zaman atau bisa saja memelihara zaman. Gen Z haus skill dan teknologi dengan organisasi kolot tidak akan sejalan, doktrin-doktrin tak akan lagi mempan terhadap Gen Z, terlebih sikap baperannya.