UKT dan Upaya Pemberhangusan Kebebasan Akademik di UIN Sunan Kalijaga
Opini : Kirwan
(Ketua DEMA-F Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga)
UKT atau Uang Kuliah Tunggal menjadi perbincangan hangat tahunan di lingkungan kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, bagaimana tidak, UKT yang pertama kali diberlakukan sejak 2015 berdasarkan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia nomor 22 tahun 2015 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal pada Perguruan Tinggi Negeri tersebut menjadi landasan hukum pemberlakuan UKT di Lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) salah satunya UIN Sunan Kalijaga. Tujuannya sejatinya adalah meringankan mahasiswa khususnya mahasiswa menengah kebawah dari uang pangkal atau uang diluar dari biaya kuliah per-semester.
Meskipun demikian, dalam perjalannya pemberlakuan Uang Kuliah Tunggal di Lingkuangan Kampus PTN dan PTKIN sejatinya masih menyimpan Pekerjaan Rumah (PR) yang cukup memprihatinkan. Salah satunya di UIN Sunan Kalijaga sebagai objek pembahasan dalam penulisan ini, pertama kali pemberlakuan sistem UKT di UIN Sunan Kalijaga berdasarkan KMA nomor 124 tahun 2015 terdapat tiga golongan dan berlaku untuk mahasiswa angkatan 2015, kemudian pada tahun 2016-2017 berdasarkan KMA nomor 289 tahun 2016 dibagi menjadi 5 (lima) kelompok, dengan nominal yang dibebankan cukup variatif. Misalnya UKT 1 (satu) yang berada diangka 400.000 kemudian UKT dua berbeda dan lain-lain. Kemudian sejak 2017-2018 UIN Sunan Kalijaga memberlakukan UKT menjadi 7 (tujuh) kelompok/golongan. Maaladministrasi seringkali terjadi bahkan sampai tahun ini yaitu 2021-2022.
Pada tahun ini, perbincangan terkait UKT kembali mencuat kepermukaan, UIN Sunan Kalijaga menetapkan UKT pada mahasiswa baru 2021 tidak rasional sama sekali. Misalnya UKT satu yang harusnya diberikan sedikitnya lima persen dari jumlah keseluruhan mahasiswa yang dinyatakan lolos verifikasi data sebagai pedoman pengelompokan UKT, justru tahun ini capaian lima persen tersebut tidak terealisasi. Dari keseluruhan jumlah jalur yang ada di UIN Sunan Kalijaga, kemudian SK Rektor no. 69.1 tahun 2021, SK Rektor no. 84 tahun 2021, SK Rektor no.85 tahun 2021, SK Rektor no. 89.4 tahun 2021, Sk Rektor no. 120 tahun 2021, SK Rektor no. 121 tahun 2021, SK Rektor no. 121.1 tahun 2021, SK Rektor no. 124 tahun 2021, SK Rektor no. 139 tahun 2021 tentang Pengelompokan UKT dari jumlah jalur Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan dari 5200 mahasiswa yang diterima, yang mendapatkan UKT satu hanya 66 orang saja. padahal dalam hitungannya, 5200×5:100 = 260 orang harusnya yang mendapatkan UKT satu dalam penerimaan mahasiswa baru tahun ini.
Masih dalam persoalan UKT, juga hasil pembacaan yang dilakukan Lembaga Kemahasiswaan UIN Sunan Kalijaga dari tingkat Universitas, maupun fakultas, baik DEMA, SEMA, HMPS, dan UKM. Tepat pada tanggal 21 Juli 2021, perwakilan dari Lembaga Kemahasiswaan Universitas dan Fakultas telah melakukan Audiensi dengan pimpinan kampus, Rektor, Wakil Rektor, dan Tendik, dengan harapan supaya mendapatkan kejelasan tentang perumusan pengelompokan UKT yang ditetapkan oleh UIN Sunan kalijaga dan diteken oleh Rektor Prof. Dr. Phil. Almakin MA tersebut. Tetapi, hasilnya nihil, dengan alibi dan rasionalisasi pasar yaitu untung rugi. Padahal dalam sistem pendidikan harusnya hal demikian tidak terjadi. Pendidikan adalah hal segala bangsa dan diatur dalam undang-undang. Sehingga dengan begitu, sejatinya Rektor dan Birokrat kampus seakan ingin memutusrantai semangat dan cita-cita anak bangsa untuk mendapatkan pendidikan dan mengejar cita-citanya dengan melalui akses kuliah dan sebagainya.
Setelah Audiensi tersebut tidak diindahkan dan tetap keras pendirian atas SK dan peraturan yang diberlakukan oleh UIN Sunan Kalijaga yang secara logika cukup cacat dan tidak rasional. Pihak Lembaga Kemahasiswaan yang dalam hal ini dipimpin oleh Senat Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, kembali melayangkan surat permohonan Audiensi sebagai tindak lanjut dari hasil Audiensi dan pembacaan ulang baik ditingkat Lembaga Kemahasiswaan maupun dari pihak birokrasi kampus. Tetapi sampai tanggal 30 Juli hari ini, Permohonan audiensi tersebut tidak diindahkan sama sekali. Justru terjadi saling disposisi diantara pimpinan UIN Sunan Kalijaga (Rektor-Wakil Rektor). Sangat disayangkan, kampus yang harusnya menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik sebagaimana yang terdapat dalam undang-undang nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi pasal 8 ayat (1) menyatakan bahwa: Dalam penyelenggaraan Pendidikan dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi berlaku kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan. Dalam hal ini juga pada prinsipnya sudah dijelaskan dalam undang-undang dasar pasal 28E bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul mengeluarkan pendapat. Lalu yang terjadi di UIN Sunan Kalijaga saat ini bagaimana?
Setelah itu, Lembaga Kemahasiswaan kembali melakukan pembacaan yang sama dan melakukan aksi media dengan melayangkan beberapa selebaran berisi kritik atas kampus saat ini, dengan tagline #UINSUKAGHOSTING #UINSUKADIPOLITISASI, tetapi sampai saat ini pun pihak birokrasi kampus seakan tuli dan tidak tahu menahu serta enggan menanggapi aksi tersebut, seakan mengafirmasi bahwa benar adanya UIN Sunan Kalijaga saat ini sedang di politisasi.
Diluar itu ternyata ada kejadian yang cukup memprihatinkan yang dirasakan mahasiswa baru, intimidasi dari pihak admisi berkaitan dengan verifikasi dokumen untuk penggolongan UKT, salah satu mahasiswa baru tersebut sampai diancam akan dikenakan golongan UKT tertinggi karena upload dokumen yang dirasa tidak masuk akal oleh kampus, padahal sejatinya dokumen yang di upload tersebut merupkan kondisi rill dari keluarganya, peristiwa ini disampaikan langsung oleh mahasiswa yang bersangkutan pada curhatan di WA Grup mahasiswa baru. Dan akhirnya mahasiswa yang bersangkutan digolongkan UKT dengan nominal Rp. 4.000.000, dan UKT tersebut sangat memberatkan bagi yang bersangkutan. Dalam hal ini, pertanyaan yang justru muncul dari penulis, siapa yang salah? Apakah mahasiswa atau memang UIN secara sistem cacat dalam mendeteksi dokumen? Jawabannya jelas, bahwa secara administrasi UIN Sunan Kalijaga sangat cacat atau maaladministrasi (dalam hal apapun).
Peristiwa lain baru-baru menurut laporan LPM Arena kasus intimidatif terjadi dirasakan oleh salah satu mahasiswa S2 yang melayangkan kritik melalui akun media sosialnya atas kampus. Berdasarkan kasus itu dapat disimpulkan bahwa kebebasan akademik hingga saat ini sudah secara terang-terangan diberangus UIN Sunan Kalijaga.
Melihat kondisi UIN Sunan Kalijaga saat ini, menjadi alasan kuat bagi penulis untuk menyatakan bahwa komersialisasi pendidikan secara terang-terangan diberlakukan, dengan logika pasar yang cacat secara kelembagaan dan pemberhangusan kebebasan akademik sudah dilancarkan. UIN Sunan Kalijaga yang dulunya terkenal sebagai kampus rakyat, saat ini hanyalah kenangan masalalu yang tidak lagi ada, UIN Sunan Kalijaga yang dulunya terkenal sebagai kampus pergerakan dengan sekudang Sumber Daya Manusia yang memiliki daya kritis luar biasa, saat ini hanyalah kepingan diksi yang tidak lagi ada. Mahasiswa sebagai representasi dari Hati dan Jiwa masyarakat sebagaimana dikatakan Moh. Hatta dan seharusnya menjadi tanggung jawab moral lembaga pendidikan tinggi khususnya untuk mencetak generasi bangsa melalui Ilmu Pengetahuan yang ada dan memiliki jiwa besar untuk memperjuangkan hak-hak kaum lemah, saat ini justru ditelan dan diberhanguskan oleh kampus. UIN Sunan Kalijaga saat ini telah sengaja berjalan diluar dari ketentuan undang-undang. Dan berkembang atas kontruk berpikir yang hanya ingin mencetak orang-orang cerdas dan nurut guna laku dijula di pasar global, tentu sebagai budak dari sistem yang biadab. Tagline #UINSukauntukbangsa #UINSukaMendunia hanya utopis saja. dengan begitu penulis ingin sampaikan bahwa tidak usah kuliah di UIN Sunan Kalijaga. Kalian akan menjadi korban sistem kapital yang diterapkan disana. Demikian.