Sekilas Saja: Teka-Teki FUPI
Opini Oleh: Cahdewe
Sebelumnya, izinkan saya, mengucapkan salam hormat kepada para pimpinan Kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, baik Rektorat, Dekanat, maupun Organisasi Kemawahasiswaan, serta seluruh jajarannya, khususnya yang berada di lingkungan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam (FUPI). Salam hormat ini saya sampaikan secara khusyu’, supaya apa yang saya tuangkan di dalam tulisan ini berbalas kedamaian dan kebaikan, salaam. Semoga.
Tanpa bermaksud mengeneralisasi berbagai pihak, apa yang dituangkan di sini, saya prioritaskan kepada para pimpinan Fakultas Uhuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Beberapa hari terakhir ini, kalangan mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dihebohkan oleh desas-desus informasi tentang adanya beberapa kejanggalan atas kebijakan dan perilaku maupun tindakan para pimpinan kampus. Bukan hanya sekadar sebagai bahan obrolan (sambatan) di warung kopi, bahkan informasi itu tersebar di beberapa media sosial.
Salah satu platform media sosial yang cukup getol memposting tentang kejanggalan atau keanehan tersebut adalah akun instagram @kalijaga.menggugat. Jika kita lihat, ini memang fokus mengawasi dan mengkritisi serta memberitakan tentang berbagai kebijakan kampus, seperti berita tentang kebijakan Uang Kuliah Tunggal (UKT), yang hampir setiap tahun menjadi isu yang memanas. Termasuk di antaranya adalah isu terupdate yang terjadi di Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam.
Ada Apa dengan FUPI?
Belakangan ini, di laman akun @kalijaga.menggugat terpampang postingan yang menyoroti kejanggalan yang dilakukan oleh pimpinan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam (FUPI), yakni berupa proposal kegiatan yang diajukan oleh salah satu lembaga fakultas bernama Rumah Gender Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Proposal yang diajukan oleh lembaga yang masih relatif baru tersebut dianggap janggal jika tidak dikatakan bermasalah, karena di dalam berkas proposal yang diajukan terdapat beberapa problematika administratif.
Pertama, dari sisi status kelembagaan, Rumah Gender yang baru disahkan melalui Surat Keputusan Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Nomor: 062/DU/2020 itu belum diketahui secara pasti, apakah merupakan bagian dari lembaga atau organisasi kemahasiswaan (Ormawa) ataukah bukan?. Sikap mempertanyakan ini mungkin dapat dibantah dengan cukup mudah oleh pihak terkait. Namun, sekaligus juga dapat dianggap wajar jika dilihat pada ranah praktek administrasi kegiatannya.
Kedua, di bagian sampul (cover) proposal tertera judul Lomba Cipta Karya Video dan Poster Anti Kekerasan Seksual. Dari sisi tema kegiatan ini cukup menarik untuk dibahas, karena selama ini minimal sependek yang penulis ketahui, dalam Rancangan Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga (RKAKL) tidak ada rancangan anggaran yang berbunyi kegiatan dalam bentuk perlombaan, pun sering kali dinyatakan secara tegas oleh pimpinan FUPI, bahwa segala bentuk kegiatan organisasi/lembaga yang bernaung di bawah kebijakan FUPI haruslah berupa kegiatan seminar atau workshop, jurnal, dan kegiatan ilmiah lainnya yang bernilai output ilmiah sesuai dengan bidang ke-ushuluddin-an. Artinya, selain kegiatan yang berbentuk seminar, seperti kegiatan perlombaan cipta karya video dan poster, secara otomatis tertolak. Oleh sebab itu, kita bisa membuktikan pada prkateknya, organisasi/lembaga yang berada di lingkungan FUPI amat sangat jarang mengadakan acara atau kegiatan yang bernuansa kompetisi/perlombaan, kecuali jika dilakukan kerjasama dengan pihak atau instansi di luar FUPI.
Kejangganlan Ketiga, masih di bagian sampul (cover) proposal tertera identitas pihak yang menyusun dan mengajukan, yaitu Rumah Gender FUPI. Namun anehnya, di dalam kop surat proposal tersebut justru yang tertera bukanlah Rumah Gender FUPI, tetapi Forum Mahasiswa Berprestasi (FORMASI) Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, suatu organisasi yang juga status legal-formalnya patut dipertanyakan, (mengenai FORMASI ini akan disinggung di bagian selanjutnya). Bahkan, keanehan semakin nampak dengan jelas, sebab di bagian tanda tangan Ketua Rumah Gender FUPI, Nur Afni Khafsoh, dan Sekretaris Rumah Gender FUPI, Siti Khadijah Nurul Aula (keduanya merupakan dosen FUPI yang merangkap menjadi Pengurus Rumah Gender) nampak jelas berbalut stempel Rumah Gender FUPI.
Keempat, sebagaimana diketahui, berkas proposal kegiatan yang diajukan ke pihak administrator FUPI, baik yang diajukan oleh pihak dosen maupun mahasiswa, mesti harus melalui tahap prosedur administrasi atau Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku, yakni melalui tahapan disposisi dari satu pihak ke pihak lainnya; pihak TU, Dekan, Wakil Dekan II/Wakil Dekan III, KTU, dan KS II. Tentu saja, sebelum diterima dan didisposisi ke pihak pimpinan, proposal yang diajukan telah diteliti dan diseleksi secara ketat, terutama oleh pihak penerima pertama, yakni TU FUPI.
Namun, lagi-lagi, anehnya, proposal yang mengajukan anggaran sebesar Rp 6.250.000, yang secara amat sangat jelas terdapat kecacatan aturan administratif tersebut telah lolos seleksi dan mendapatkan surat disposisi dari pihak-pihak terkait yang telah disebutkan di atas yang berisi permintaan untuk segera di buatkan draft Surat Keputusan (SK) kegiatan, seolah kilat saja.
Perlu diketahui juga, bahwa Rumah Gender memiliki strukturr kepengurusan yang diisi oleh Dekan FUPI, beberapa dosen, dan mahasiswa FUPI. Sekali lagi, kenyataan tersebut boleh dikatakan merupakan hal teraneh yang pernah terjadi, bahkan itu dilakukan oleh pihak dosen dan pimpinan FUPI.
“Monopoli” Produksi Lembaga/Organisasi
Selain persoalan proposal yang kontradiktif dan aneh tersebut di atas, ternyata di Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam juga terdapat beberapa kejanggalaan problematik lainnya, yaitu adanya pola perilaku atau tindakan “monopoli” pimpinan fakultas (Dekanat). Fakta itu dimulai sejak sebelum adanya pergantian jajaran kepemimpinan di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, baik di level universitas maupun fakultas.
Di bawah kepemimpinan Inayah Rohmaniyah, yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, telah membentuk beberapa organisasi kemahasiswaan FUPI; Integrity, Forum Mahasiswa Studi Islam, Forum Mahasiswa Berprestasi.
Ketiga organisasi tersebut kemudian disebut sebagai Badan Otomon Mahasiswa Fakultas (BOM-F) Ushuluddin dan Pemikiran Islam. Dengan kekuasaan otoritasnya selaku Wakil Dekan III, Inayah membentuk organisasi-organisasi tersebut “secara diam-diam”, tanpa adanya pelibatan para pengurus Organisasi Kemahasiswaan (Ormawa) FUPI, terutama Senat Mahasiswa (SEMA-FUPI).
Padahal, jika mengacu pada Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 4961 Tahun 2016, Kementerian Agama Republik Indonesia, Tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan Pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, yaitu pada huruf D tentang Bentuk Organisasi Kemahasiswaan, nomor 3. dinyatakan bahwa “Bentuk atau badan kelengkapan organisasi kemahasiswaan yang lain, selain SEMA-F, DEMA-F, dan HMPS, dapat ditetapkan berdasarkan kesepakatan antar mahasiswa selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan statuta PTKI yang bersangkutan”.
Pernyataan peraturan tersebut kemudian mekanisme pelaksanaannya diatur di dalam Anggaran Rumah Tangga Keluarga Besar Mahasiswa (AD/ART KBMU) UIN Sunan Kalijaga, Bab XV tentang Badan Otonom Mahasiswa Fakultas (BOM-F), Pasal 96 tentang Pembentukan BOM-F, nomor 1, poin a., bahwa “pembentukan BOM-F dapat dilakukan apabila diusulkan oleh mahasiswa UIN Sunan Kalijaga kepada SEMA-Fakultas dengan mengajukasn proposal pembentukan”, dan nomor 3, yakni “Pembentukan BOM-Fakultas dapat dilaksanakan apabila diusulkan oleh SEMA Fakultas setelah melakukan koordinasi dengan seluruh BOM Fakultas yang telah ada yang kemudian akan ditetapkan di dalam Kongres Mahasiswa Fakultas” dengan beberapa syarat yang telah ditentukan.
Selanjutnya, secara spesifik, perarturan mekanisme pembentukan BOM-F telah dipertegas di dalam peraturan Garis Besar Haluan Kerja (GBHK) Lembaga Kemahasiswaan Eksekutif fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, tahun 2018/2019, Bab IV tentang Badan Otonom Mahasiswa Fakultas (BOM-F).
Selain itu, organisasi Forum Mahasiswa Berprestasi (FORMASI) yang dijadikan sebagai kop surat di dalam draft proposal kegiatan perlombaan Rumah Gender FUPI di atas juga merupakan organisasi yang masih dipertanyakan keabsahan administrasinya. Sebab, belum diketahui apakah organisasi tersebut mimiliki kedudukan lega-formal ataukah organisasi fiktif?. Andaikata organisasi ini fiktif alias ilegal, maka sempurna sudah kejanggalan yang tengah terjadi di FUPI.
Posisi Peran Organisasi Kemahasiswaan FUPI
Di tengah carut marut perihal kejanggalan yang terjadi di FUPI, Organisasi Kemahasiswaan FUPI, seperti SEMA-F, DEMA-F, dan HMPS sebagai organisasi legislatif dan ekskutif belum nampak terlihat secara tegas menyikapi permasalahan kemahasiswaan di lingkungan FUPI. Hal ini barangkali disebabkan oleh posisi mereka yang cukup dilematis. Dengan kata lain, meskipun ketiga organisasi tersebut memiliki kewenangan dalam melakukan kegiatan kemahasiswaan, tetapi tetap saja mereka masih terdekap intervensi dari pihak Dekanat.
Selain itu, Ormawa FUPI, ketika hendak malaksanakan kegiatan pun tidak semulus dan sekilat yang dibayangkan. Sebagai gambaran faktual, ketika para pengurus Ormawa FUPI mengajukan proposal kegiatan, dengan segala ketentuan yang berlaku, sering kali mengalami kendala administrasi. Hal ini disebabkan oleh minimnya kedisiplinan pelayanan administratif di FUPI. Tindakan saling lempar sana, lempar sini (pola ping-pong) dan ketundukan para pegawai TU dan koleganya terhadap otoritas kekuasaan Dekanat merupakan pemandangan dan menu hidangan yang sudah sering dikunyah oleh pengurus Ormawa FUPI.
Boro-boro mengajukan kegiatan perlombaan video dan poster, meskipun Ormawa sudah berupaya melaksanakan ketentuan administrasi yang berlaku, yang tentu saja bukan kegiatan perlombaan, namun jika pihak Dekanat memiliki pandaangan dan kepentingan yang berbeda, agenda kegiatan Ormawa, dapat dengan mudah ditolak sedemikian rupa.
Sekali lagi, hal ini sangat berbeda dengan apa yang hari ini tengah terjadi dengan kasus Rumah Gender FUPI dan Forum Mahasiswa Berprestasi (fiktif) yang sudah amat sangat jelas terdapat kontradiksi dan pelanggaran administratif.
Lalu, apa kabar dunia pendidikan hari ini? Apa kabar FUPI? Apa kabar Dekanat, para pimpinan FUPI? Apa kabar Rektorat, para pimpinan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta?
Selamat Hari Pendidikan Nasional